Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nurdin: Munaslub Golkar Tetap Digelar jika Novanto Menang Praperadilan

Kompas.com - 26/11/2017, 17:56 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Harian DPP Partai Golkar, Nurdin Halid menilai penyelenggaraan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) hanya tinggal menunggu waktu.

Menurut dia, Golkar harus melakukan konsolidasi organisasi dan melahirkan kepemimpinan baru untuk bisa memperbaiki kinerja partai.

Terlebih dalam hasil survei elektabilitas partai, angka Golkar terus menurun. Termasuk pada hasil survei Poltracking Indonesia.

Golkar disalip oleh Partai Gerindra. Partai besutan Prabowo Subianto itu mengantongi elektabilitas sebesar 13,6 persen, sementara Golkar 10,9 persen.

"Saya pikir ini pasti Munaslub, tinggal waktunya saja yang tepat dan tidak boleh kami melanggar AD/ART," kata Nurdin seusai menghadiri rilis survei Poltracking di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta Pusat, Minggu (26/11/2017).

(baca: Survei Poltracking: Elektabilitas Gerindra Salip Golkar)

Nurdin memprediksi, Munaslub setidaknya baru bisa dilaksanakan pada pertengahan Januari 2018.

Meski menilai Munaslub harus dilakukan, namun ia menegaskan bahwa Golkar tetap menunggu hasil praperadilan Setya Novanto.

Mengacu pada elektabilitas partai yang kian menurun, Nurdin menilai, tak ada pilihan lain selain menggelar Munaslub untuk memilih pimpinan baru.

Sehingga apapun hasil praperadilan, Munaslub akan tetap dilaksanakan.

(Baca juga : Usai DPP Bertemu DPD I, Nusron Wahid Sebut Golkar Bakal Gelar Munaslub)

"Baik praperadilan diterima atau tidak diterima harusnya dengan melihat elektabilitas Golkar yang terus nenurun, maka tidak ada pilihan kecuali mencari pemimpin baru untuk meningkatkan kinerja partai," tuturnya.

Mantan Ketua Umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) itu berharap, Pelakana Tugas Ketua Umum DPP Partai Golkar Idrus Marham bisa bertemu dengan Novanto untuk meminta kesediaan Novanto mundur sebagai ketua umum.

Jika hal itu dilakukan, maka Munaslub tak perlu menunggu lama.

"Kalau dalam satu-dua hari ini beliau mundur, maka tidak akan menunggu lama. Tidak perlu menunggu bulan Januari," ujar Nurdin.

(Baca juga : Akbar Tandjung Khawatir Golkar Kiamat karena Pertahankan Novanto)

Novanto sebelumnya ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga ikut merugikan negara Rp 2,3 triliun dalam proyek e-KTP.

Menurut KPK, Novanto berperan dalam pemberian suap terkait penganggaran proyek e-KTP di DPR untuk tahun anggaran 2011-2013.

Selain itu, Novanto juga berperan dalam mengarahkan dan memenangkan Konsorsium PNRI menjadi pelaksana proyek pengadaan e-KTP.

Setya Novanto diduga mengatur agar anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun disetujui anggota DPR.

Ia juga diduga mengondisikan pemenang lelang dalam proyek e-KTP sewaktu menjabat Ketua Fraksi Golkar di DPR.

Saat ini Novanto telah ditahan di Rumah Tahanan KPK.

Kompas TV Pengurus DPP partai Golkar mengumpulkan DPD tingkat satu se-Indonesia untuk membahas desakan munas luar biasa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Minta MK Urai Persoalan pada Pilpres 2024, Sukidi: Seperti Disuarakan Megawati

Nasional
PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

PPATK Bakal Tindaklanjuti Informasi Jokowi soal Indikasi Pencucian Uang lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Koarmada I Siapkan KRI Halasan untuk Tembak Rudal Exocet

Nasional
Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Yusril: Tak Ada Bukti Kuat Kubu Prabowo-Gibran Curang di Pilpres 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com