Meme memiliki kelebihan karena tidak sekadar berhenti pada rantai produksi dan konsumsi teks, melainkan juga reproduksi berkali-kali atas gambar atau foto slide yang sama, dengan teks yang berbeda-beda (Wiggins & Bowers, 2014).
Secara teknis, dalam proses pembuatan meme kini jauh lebih mudah, karena seseorang tidak perlu lagi punya kemampuan maupun penguasaan khusus desain grafis seperti Photoshop atau Adobe Illustrator. Mengingat saat ini sudah cukup banyak aplikasi smartphone yang bisa mempadupadankan kata-kata, gambar dan gagasan menjadi sebuah meme.
Pasti lebih mudah dan murah, sehingga jarak antara sebuah peristiwa sosial dan politik dengan ekspresi publik -meme- tidak membutuhkan waktu yang lama dan saluran distribusi yang sulit. Bidang yang menelusuri bagaimana meme menyebar sehingga membentuk budaya disebut memetracker.
Meme dibuat selain untuk menginformasikan pesan kepada khalayak target, juga tidak jarang bertujuan untuk men-demarketing kompetitor. Hemat penulis, kondisi tersebut hal yang lazim selama data dan fakta berbanding lurus dengan meme yang dibuat.
Setnov dan meme
Meme yang bertebaran di dunia maya dan jejaring sosial pada dasarnya merupakan persepsi individu secara kolektif terhadap individu lain yakni Setnov. Sepak terjang dan paparan informasi yang diterima melalui media membentuk makna bagi publik.
Dilalahnya, terkristalisasi dalam sumbu persepsi yang kurang baik dan reputasi yang negatif terhadap Setnov. Atas dasar itu, meme politik lahir karena perilaku politik dari aktor politik.
Meme politik melepaskan diri dari apa yang secara formal diyakini sebagai budaya politik dan bahkan justru berupaya membalik kesopan-santunan dan segala protokol pesan politik.
Kesopanan dibuang jauh dan diganti bukan saja oleh sesuatu yang serba terus-terang, tapi juga secara komedi memainkan ironi dan menghasilkan pesan yang satire. Berbentuk humor, meme menjadi salah satu ukuran penting seberapa jauh masyarakat mampu menghimpun kesadaran kritis terutama dalam tema-tema politik (Hasan, 1981).
Dahulu kritikan hanya dapat diungkapkan melalui media luar ruang (mural) dan berbasis media cetak (karikatur), kini dengan meme yang didistribusikan lewat internet, ruang (space) yang tersedia sangatlah luas, murah dan mudah.
Coscia, Michele (2013), dalam Competition and Success in the Meme Pool: a Case Study on Quickmeme.com, memaparkan, meme internet membawa perangkat tambahan yang meme biasa tidak miliki. Meme internet meninggalkan jejak di media (misalnya jaringan sosial) yang membuat mereka dapat dilacak dan dapat dianalisis.
Dalam buku Cultural Software A Theory of Ideology, Jack Balkin berpendapat bahwa proses memetika dapat menjelaskan banyak ciri pemikiran ideologis. Bagi Balkin, apakah meme menjadi berbahaya atau maladaptif tergantung pada konteks lingkungan di mana mereka berada.
Dari dua kejadian laporan di atas, setidaknya menunjukan cara pandang ideologis pengacara Setnov - mungkin Setnov juga - yang melihat meme sebagai ancaman dan ekspresi yang berbahaya dalam positioning personal Anggota DPR RI dari dapil Nusa Tenggara Timur (NTT) tersebut.
Namun langkah yang ditempuh pengacara Setnov menjadi tidak berimbang dalam memahami narasi dan pesan publik yang semakin terbuka di sistem demokrasi. Daripada mengambil langkah hukum, ada baiknya membangun kontranarasi.