Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Panglima TNI Sebut Tuntutan Kelompok Kriminal Separatis Bersenjata di Papua Tak Masuk Akal

Kompas.com - 23/11/2017, 05:07 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengungkapkan tiga tuntutan yang diajukan oleh kelompok kriminal separatis bersenjata di Papua yang menyandera 1.300 warga di Kampung Kimbely dan Banti, Kecamatan Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua.

Gatot mengatakan, tuntutan kelompok tersebut tidak masuk akal dan sulit dipenuhi oleh pemerintah.

"Apa yang dituntut oleh kelompok kriminal separatis bersenjata tersebut, mereka meminta yang tidak masuk akal," ujar Gatot di sela sambutannya pada acara Malam Akrab Musyawarah Nasional Persatuan Purnawirawan ABRI (Pepabri) di Hotel Kartika Chandra, Jakarta Selatan, Rabu (22/11/2017) malam.

(Baca juga : Pekerjaan Besar Menanti Panglima Baru TNI Pengganti Gatot)

 

Kelompok penyandera, kata Gatot, mengajukan tiga tuntutan. Pertama, mereka meminta PT Freeport harus segera ditutup.

Kedua, militer Indonesia harus ditarik keluar dari Papua dan diganti dengan pasukan Keamanan PBB.

Ketiga, Pemerintah Indonesia harus menyetujui pelaksanaan pemilihan bebas atau referendum. Artinya rakyat Papua bisa menentukan nasib sendiri. Kemudian kantor Pemda Papua dan Papua Barat ditutup dan diganti dengan pemerintah perwalian PBB.

(Baca juga : Panglima TNI Ingatkan Netralitas Prajurit Menjelang Tahun Politik)

"Inilah kemudian yang mendorong TNI untuk melakukan langkah-langkah pembebasan sandera," kata Gatot.

Pada Jumat (17/11/2017) siang, pasukan gabungan TNI-Polri akhirnya melakukan operasi terpadu untuk mengevakuasi 344 warga desa.

Proses evakuasi sandera yang berlangsung dari pukul 11.00 WIT hingga 12.00 WIT dikabarkan sempat diwarnai baku tembak antara kelompok kriminal bersenjata separatis bersenjata dan TNI-Polri.

Menurut Gatot, sebelum operasi terpadu untuk membebaskan warga, Kapolda Papua Irjen Pol Boy Rafli Amar telah melakukan mediasi terhadap kelompok bersenjata. Bahkan upaya mediasi sampai melibatkan kepala suku, tokoh adat dan tokoh agama.

Namun usaha negosiasi tersebut tidak menemukan titik temu, sebab kelompok bersenjata meminta tuntutan yang tidak masuk akal dan sulit dipenuhi.

"Kapolda di sana menggunakan tokoh-tokoh adat, kepala suku, tokoh-tokoh agama mulai dari pendeta, pastor bahkan perwakilan Uskup dan negosiasi secara intensif kemudian juga menyebarkan pamflet. Sudah berbagai cara namun apa yang dituntut oleh gerakan kriminal bersenjata separatis tersebut tidak masuk akal," ucapnya.

Kompas TV 804 warga lokal asal Kampung Banti, Kimbeli dan Utikini, Distrik Mimika, Papua, tiba di Timika

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Nasional
MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com