JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi membentuk dua tim terkait penanganan kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP yang menjerat Ketua DPR Setya Novanto.
Tim pertama berasal dari Biro Hukum KPK yang ditugaskan untuk mempelajari dokumen praperadilan Novanto yang telah diterima KPK.
Berdasarkan dokumen praperadilan itu, KPK tengah mempelajari sejumlah hal. Salah satunya alasan nebis in idem.
Baca juga : Surat Sakti Setya Novanto dari Balik Jeruji Besi...
Dalam hukum pidana di Indonesia, asas ini dapat ditemukan pada Pasal 76 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur bahwa seseorang tidak boleh dituntut dua kali karena perbuatan yang telah mendapat putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Sementara itu, tim kedua dari bagian penindakan yang menangani pokok perkara. KPK tidak ingin tergesa-gesa dalam menangani kasus e-KTP.
"Kami tetap akan lakukan dengan hati-hati dan menjadikan kekuatan bukti sebagai tolak ukur utama," ujar Febri.
Baca: Golkar Sebut Pertahankan Novanto hingga Praperadilan sebagai Pilihan Terbaik
Febri mengatakan, pada hari ini KPK memeriksa lima orang saksi dalam kasus e-KTP. Mereka yakni Politisi Golkar Ade Komarudin, Plt Sekjen DPR Damayanti, Mantan Dirut PT Murakabi Sejahtera Deniarto Suhartono, pengusaha Made Oka Masagung dan Andi Agustinus alias Andi Narogong.
"(Mereka) Diperiksa untuk tersangka ASS dan SN," ujar Febri.
KPK sebelumnya telah melakukan penahanan terhadap Setya Novanto yang pernah menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar.
Novanto ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga ikut merugikan negara Rp 2,3 triliun dalam proyek e-KTP.
Baca juga: Bakpao SN Bukan Cerita Fiktif, Adakah Kaitannya dengan Setya Novanto?
Menurut KPK, Novanto berperan dalam pemberian suap terkait penganggaran proyek e-KTP di DPR untuk tahun anggaran 2011-2013.
Selain itu, Novanto juga berperan dalam mengarahkan dan memenangkan Konsorsium PNRI menjadi pelaksana proyek pengadaan e-KTP.
Setya Novanto diduga mengatur agar anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun disetujui anggota DPR.
Selain itu, ia juga diduga mengondisikan pemenang lelang dalam proyek e-KTP sewaktu menjabat Ketua Fraksi Golkar di DPR.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.