JAKARTA, KOMPAS.com - Manajer Departemen Riset Transparency International Indonesia (TII) Wawan Suyatmiko mengungkapkan, tingkat pemahaman anti-korupsi di kalangan pelaku usaha masih sangat rendah.
Hal tersebut menjadi salah satu faktor penghambat upaya pemberantasan korupsi.
Berdasarkan hasil survei Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2017 di 12 kota, sebanyak 61,5 persen dari 1.200 responden menilai bahwa korupsi bukan masalah yang penting.
Sementara itu, sebanyak 45,8 persen berpendapat pelaku korupsi tidak mendapatkan hukuman tegas.
"Kami memberikan pertanyaan kepada 1.200 responden. Yang paling besar responden sebanyak 61,5 persen mengatakan korupsi bukan masalah penting," ujar Wawan saat memaparkan hasil survei Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2017 di Hotel Le Meridien, Jakarta Pusat, Rabu (22/11/2017).
"Ini temuan yang penting bahwa kemungkinan tingkat pemahaman tentang korupsi belum rata di kalangan pelaku usaha," ucapnya.
Rendahnya pemahaman pengusaha dalam hal pemberantasan korupsi juga terlihat saat TII menanyakan soal regulasi.
Hanya tiga dari sepuluh pengusaha mengaku tahu mengenai straregi nasional pemberantasan pidana korupsi (PPK) dan aksi PPK daerah. Sementara, lima dari sepuluh pengusaha tahu adanya UU Tipikor.
Berangkat dari fakta tersebut, Wawan mengusulkan adanya peran pemberantasan korupsi yang terintegrasi antara pemerintah, swasta dan masyarakat sipil.
Di sisi lain, pemerintah, khususnya Pemkot, harus berbenah dalam menentukan kebijakan antikorupsi.
"Pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil perlu berperan aktif dalam upaya melawan korupsi. Pemerintah perlu mempertegas kebijakan antikorupsi, khususnya pemkot bisa berbenah dan menggunakan hasil survei sebagai acuan dalam menentukan kebijakan pemberantasan korupsi pada skala lokal," ujar dia.
Survei Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2017 mengukur persepsi pelaku usaha dan para ahli terhadap praktik suap di 12 kota.
Dua belas kota yang disurvei adalah Jakarta Utara, Pontianak, Pekanbaru, Balikpapan, Banjarmasin, Padang, Manado, Surabaya, Semarang, Bandung, Makassar dan Medan.
Dari 12 kota, TII mewawancarai 1.200 pelaku usaha pada kurun waktu Juni hingga Agustus 2017. Hasilnya menggambarkan tingkat korupsi di level kota berdasarkan persepsi pelaku usaha.
Dalam melakukan penilaian, TII menerapkan lima indikator yang dijadikan penilaian, yakni prevalensi korupsi, akuntabilitas publik, motivasi korupsi, dampak korupsi dan efektivitas pemberantasan korupsi.