JAKARTA, KOMPAS.com - Politisi Partai Golkar Ade Komarudin menilai jika Partai Golkar tidak kompak dan harmonis, konsekuensinya akan tidak maksimal dalam memberikan dukungan untuk memenangkan Joko Widodo sebagai presiden lagi di Pilpres 2019.
Hal tersebut disampai pria dengan sapaan Akom tersebut, saat dimintai tanggapannya tentang Partai Golkar, usai dimintai keterangan sebagai saksi di kasus e-KTP, di KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (22/11/2017).
Akom mengatakan, setelah rapat pleno Golkar kemarin, pihaknya menunggu keputusan partai untuk nasib Golkar ke depan. Diketahui, hasil rapat pleno Golkar kemarin memutuskan untuk mempertahankan Setya Novanto sebagai ketua umum, sembari menunggu hasil praperadilan.
Dia berharap semua pihak di Golkar mengikuti mekanisme yang ada di partai dan tetap solid.
"Nah sekarang partai harus solid melakukan konsolidasi melakukan harmonisasi agar kompak," kata Akom.
Baca juga : Surat Sakti Setya Novanto dari Balik Jeruji Besi...
Sebab, lanjut Akom, sebentar lagi akan berlangsung penyelenggaraan Pileg dan Pilpres. Akom mengingatkan mengenai keputusan Golkar sebelumnya yang akan mendukung Jokowi di Pilpres 2019.
"Kita kan untuk pilpres sudah tentukan Jokowi sebagai capresnya, sudah jauh hari dan itu harus diperjuangkan sebaik-baiknya agar Pak Jokowi ini menang kembali. Nah, kalau partainya enggak kompak, enggak solid, enggak harmonis, yah pasti nanti kurang maksimal bantu pemenangan Pak Jokowi," ujar Akom.
Rapat Pleno Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar memutuskan mempertahankan Setya Novanto baik sebagai ketua umum partai atau pun sebagai Ketua DPR RI meski yang bersangkutan telah berada di tahanan.
Golkar sepakat untuk menunggu hasil praperadilan yang tengah ditempuh Novanto melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca juga : Setya Novanto yang Tak Tergoyahkan Vs Golkar yang Hampir Kiamat
Ketua Harian Partai Golkar Nurdin Halid mengklaim bahwa putusan ini diambil dengan turut memperhatikan opini masyarakat. Selain itu, Nurdin mengatakan, rapat pleno juga mempertimbangkan suasana batin Setya Novanto, suasana kader Golkar seluruh Indonesia, dan pertimbangan konstituen masyarakat Indonesia.
"Pertama, menyetujui Idrus Marham sebagai Plt Ketua Umum sampai adanya putusan praperadilan," kata Nurdin.
Apabila gugatan praperadilan Novanto diterima, maka jabatan Plt berakhir dan Novanto kembali menjabat sebagai Ketua Umum. Namun, apabila gugatan Novanto ditolak, maka Plt bersama ketua harian melaksanakan rapat pleno untuk meminta Novanto mengundurkan diri.
Setelah itu, rapat pleno Golkar memutuskan menyelenggarakan munaslub.
"Posisi Setya Novanto sebagai Ketua DPR menunggu putusan praperadilan," tutup Nurdin.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.