Langsung Dikabulkan
Selain surat kepada pimpinan DPR, Novanto juga mengirimkan surat untuk DPP Partai Golkar. Dalam surat tersebut, Novanto juga meminta tak ada pemberhentian dirinya sebagai ketua umum, baik untuk sementara maupun permanen.
"Tidak ada pembahasan pemberhentian sementara/permanen terhadap saya selaku ketua umum Partai Golkar," tulis Novanto dalam surat itu.
(Baca juga: Pendukung dan Penentang Novanto Berdebat Keras di Rapat Pleno Golkar)
Hanya saja, karena Novanto tak bisa memimpin partai, ia menunjuk Sekjen Golkar Idrus Marham sebagai pelaksana ketua umum. Sementara untuk menjadi Plt sekjen menggantikan Idrus, ia menunjuk dua orang, yakni Yahya Zaini dan Aziz Syamsuddin.
Surat itu muncul disela-sela rapat DPP Partai Golkar yang membahas Novanto, Selasa petang. Bagai sebuah surat sakti, keinginan Novanto yang ada dalam surat itu pun langsung terkabul.
Hasil rapat pleno Partai Golkar memutuskan bahwa Novanto tetap menjabat ketua umum partai setidaknya sampai ada putusan praperadilan yang ia ajukan.
Idrus juga ditunjuk sebagai Plt ketua umum untuk menggantikan tugas Novanto yang tengah berada di tahanan KPK.
"Apabila gugatan Setya Novanto diterima di praperadilan, Plt dinyatakan berakhir," kata Ketua Harian Partai Golkar Nurdin Halid membacakan putusan rapat.
(Baca juga: Jadi Plt Ketum Golkar, Idrus Marham Ditemani Satu Wasekjen)
Jika Novanto memenangi praperadilan dan lolos dari jeratan KPK, ia akan otomatis kembali memimpin Golkar. Namun, jika kalah, baru Golkar menggelar musyawarah nasional luar biasa untuk mencari ketua umum definitif menggantikan Novanto.
Keinginan Novanto mempertahankan jabatannya sebagai Ketua DPR juga dikabulkan Partai Golkar. Rapat memutuskan menunggu praperadilan sebelum mengambil keputusan soal posisi Novanto sebagai Ketua DPR.
Apabila menang praperadilan, Novanto bisa kembali lagi memimpin di Senayan.
"Posisi Setya Novanto sebagai Ketua DPR menunggu putusan praperadilan," kata Nurdin membacakan poin terakhir keputusan rapat.