JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Bidang Ekonomi DPP Partai Golkar, Airlangga Hartarto mengaku siap jika nantinya mendapatkan dukungan sebagai salah satu kandidat ketua umum Partai Golkar.
Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar berpotensi digelar menyusul status Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP dan telah ditahan di Rutan KPK.
Sebagai kader partai, Airlangga memberi peluang kepada seluruh kader Golkar di daerah untuk menyuarakan aspirasinya, termasuk mendukungnya sebagai kandidat ketua umum.
"Tentu kalau teman di daerah atau pengurus memberikan dukungan, sebagai kader jadi saya siap," kata Airlangga seusai rapat pleno di Kantor DPP Partai Golkar, Selasa (21/11/2017).
Baca: Kondisi-kondisi Ini Bisa Membuat Novanto Lengser dari Ketum Golkar
Meski demikian, Airlangga menegaskan bahwa ia mengikuti keputusan rapat pleno partai yang menyatakan Golkar menunggu hasil praperadilan Novanto.
Golkar menunjuk Idrus Marham sebagai Pelaksana Tugas Ketua Umum hingga hasil praperadilan diputus.
Jika gugatan ditolak, maka akan dilaksanakan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) untuk memilih ketua umum baru.
Sementara, jika gugatan diterima, maka Novanto akan kembali menjabat ketua umum.
Meski mengaku siap jika didukung sebagai kandidat calon ketua umum, Airlangga mengaku belum melakukan konsolidasi ke kader-kader Golkar.
"Belum lah. Kami menunggu praperadilan," kata Menteri Perindustrian itu.
Baca juga: Novanto: Tak Ada Pemberhentian terhadap Saya Selaku Ketum Golkar
Airlangga mengapresiasi berjalannya rapat pleno yang menunjukkan kedewasaan Golkar termasuk mencari penyelesaian perbedaan sikap dengan cara yang elegan.
"Kami apresiasi termasuk apresiasi keinginan ketua umum yang menunjuk Pak Sekjen menjadi Plt," kata dia.
Partai Golkar sepakat menunjuk Sekjen Idrus Marham untuk menjabat Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum Partai Golkar. Idrus akan menjabat pelaksana tugas sampai gugatan praperadilan yang diajukan Setya Novanto diputus.
Setya Novanto ditahan di Rutan KPK pada Senin (20/11/2017) dini hari. Dalam kasus korupsi proyek e-KTP ini, Novanto bersama sejumlah pihak diduga menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi.
Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar.
Akibat perbuatannya bersama sejumlah pihak tersebut, negara diduga dirugikan Rp 2,3 triliun pada proyek Rp 5,9 triliun tersebut. Saat ini, Novanto memang tengah melakukan upaya praperadilan atas masalah hukum yang menjeratnya.