JAKARTA, KOMPAS.com - Hakim tunggal R Iim Nurohim menolak gugatan praperadilan yang diajukan Wali Kota nonaktif Batu Eddy Rumpoko.
Hakim menilai, penangkapan dan penetapan tersangka yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sah dan sesuai prosedur hukum.
"Mengadili, dalam eksepsi menolak eksepsi termohon. Dalam pokok perkara, menolak permohonan pemohon. Membebankan biaya perkara pada negara," ujar Hakim R Iim Nurohim saat membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (21/11/2017).
Baca: KPK Dalami Pemberian Mobil Alphard dalam Kasus Suap Wali Kota Batu
Dalam salah satu pertimbangan, hakim tunggal menilai barang yang disita oleh KPK adalah bukti penerimaan hadiah terkait suap pengadaan barang dan jasa di Kota Batu, Jawa Timur.
Menurut hakim, barang-barang yang disita dapat dipergunakan sebagai barang bukti tindak pidana korupsi.
Hakim mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menerangkan bahwa dalam tangkap tangan, penyidik dapat menyita barang yang patut diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana dan dapat dijadikan barang bukti.
"Maka penyitaan termohon sah. Permohonan pemohon harus ditolak," kata hakim.
Eddy Rumpoko bersama dua orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Sabtu (17/9/2017).
Operasi tangkap tangan terhadap ketiganya terkait kasus suap proyek belanja modal dan mesin pengadaan meubelair di Pemkot Batu tahun 2017 senilai Rp 5,26 miliar.
Baca juga: KPK Ungkap Ada Kode "Undangan" dalam Kasus Korupsi Wali Kota Batu
Dua orang lainnya yaitu, Kepala Bagian Unit Layanan Pengadaan Pemkot Batu Edi Setyawan dan pengusaha bernama Filipus Djap. Suap itu diduga diberikan oleh Filipus selaku pengusaha.
Eddy diduga menerima suap Rp 500 juta dari Filipus. Sedangkan Edi diduga menerima suap Rp 100 juta.
Eddy dan Edi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Filipus sebagai pihak yang diduga pemberi, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayar (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 ju 55 ayat (1) ke-1 KUHP.