JAKARTA, KOMPAS.com — Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar pada Selasa (21/11/2017) siang ini akan menggelar rapat pleno untuk menentukan pelaksana tugas ketua umum menggantikan Setya Novanto yang kini menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Generasi Muda Partai Golkar (GMPG) berharap sosok pelaksana tugas (Plt) ketua umum yang dipilih bukanlah orang yang dekat dengan sosok tersangka kasus dugaan korupsi proyek e-KTP.
Dengan begitu, semangat perubahan akan terasa di tubuh Partai Golkar.
"Jangan yang jadi Plt adalah orang yang juga dikenal publik dekat dengan Setya Novanto atau yang ikut bahkan terdepan melindunginya selama ini. Apalagi, orang itu jadi ketua umum pula, celaka lagi buat Golkar," kata Ketua GMPG Ahmad Doli Kurnia kepada Kompas.com, Senin pagi.
(Baca juga: Pimpinan Baru Golkar Berganti, Calon Kepala Daerah Diharapkan Tetap)
Kalau itu yang terjadi, lanjut Doli, citra permisif dan lekat dengan isu korupsi masih tetap ada pada Partai Golkar.
Tidak akan ada artinya pergantian ketua umum jika tak ada perubahan.
"Mubazir dan sia-sia. Hal ini penting untuk menjadi catatan bagi semua warga Golkar demi menyelamatkan dan menjaga masa depan partai," ucap Doli.
Doli pun berharap Plt ketua umum yang terpilih bisa segera menyelenggarakan musyawarah nasional luar biasa (munaslub) untuk memilih ketua umum definitif.
(Baca juga: Alasan Setya Novanto Usulkan Idrus Marham Jabat Plt Ketum Golkar)
Munaslub harus segera dilakukan agar waktu untuk memulai konsolidasi guna menghadapi Pilkada 2018 dan Pemilu Legislatif-Pemilu Presiden 2019 cukup.
"Idealnya, tidak boleh lebih dari satu bulan ke depan, munaslub sudah harus digelar," ucap Doli.
Sebelumnya, para senior yang tergabung dalam Dewan Pakar Partai Golkar mendorong Sekjen Partai Golkar Idrus Marham menjadi Plt ketua umum.
Sementara berdasarkan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga Partai Golkar, apabila ketua umum berhalangan, posisi Plt ketua umum otomatis dijabat Ketua Harian Golkar.
Saat ini, Ketua Harian Golkar dijabat Nurdin Halid.