Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Didesak Selidiki Dugaan Merintangi Penyidikan oleh Pengacara Setya Novanto

Kompas.com - 20/11/2017, 14:17 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Perhimpunan Advokat Pendukung KPK (PAP-KPK) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menindaklanjuti laporan terhadap dugaan merintangi penyidikan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP dengan tersangka Ketua DPR RI Setya Novanto.

Salah satu yang dilaporkan yakni pengacara Novanto, Fredrich Yunadi.

Koordinator PAP-KPK Petrus Selestinus mengatakan, meski Novanto telah ditahan, tetap harus ada sanksi terhadap upaya melindungi Novanto dari jerat hukum.

"Dalam laporan itu, Fredrich Yunadi merupakan salah satu orang yang diduga kuat sebagai pelaku di dalam upaya merintangi kerja KPK," ujar Petrus melalui keterangan tertulis, Senin (20/11/2017).

(Baca juga : Novanto Ditahan KPK, Apa Kata Muhammad Nazaruddin?)

Pengamat Hukum Petrus Selestinus.Kristian Erdianto Pengamat Hukum Petrus Selestinus.

Upaya yang dimaksud meliputi melaporkan dua pimpinan KPK ke Bareskrim Polri, melarang Novanto memenuhi panggilan KPK, dan menggugat pembatalan Sprindik dan perpanjangan pencegahan bepergian ke luar negeri.

Fredrich juga bersikeras bahwa KPK harus mendapat izin tertulis dari Presiden Joko Widodo untuk memeriksa Novanto.

(Baca juga : Dedi Mulyadi Anggap Rekomendasi Calon Kepala Daerah Golkar Perlu Dievaluasi)

 

Petrus mengatakan, bahkan Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta Fredrich berhenti berbicara di depan umum dan mempertanyakan landasan hukum yang digunakan dalam membela kliennya.

Di samping itu, Petrus menganggap kecelakaan mobil yang dialami Novanyo sebagai bagian dari sandiwara yang dirancang untuk menghindari proses hukum.

"Karena itu, untuk menghentikan manuver yang dikhawatirkan masih akan bermunculan dan hanya bersifat merintangi kerja KPK, maka KPK sebaiknya segera membuka penyidikan atas laporan masyarakat tentang dugaan tindak pidana merintangi penyidikan KPK dalam kasus dugaan korupsi proyek e-KTP yang disangkakan kepada Setya Novanto," kata Petrus.

Secara tidak langsung, kata Petrus, Fredrich malah menjerumuskan Novanto lebih cepat ke dalam rumah tahanan.

(Baca juga : Kontributor Metro TV Mengundurkan Diri, Setya Novanto Kapan?)

Arahan Fredrich agar Novanto tak mematuhi proses hukum justru membuat KPK akhirnya menjemput paksa kliennya.

Dalam hal ini, PAP-KPK tak hanya melaporkan Fredrich dan Novanto, tapi juga pengacara Sandy Kurniawan. Pihak terakhir yang juga dilaporkan adalah Plt Sekjen DPR RI Damayanti.

Mereka dilaporkan atas dugaan merintangi penyidikan tindak pidana korupsi proyek e-KTP.

Empat orang itu, menurut PAP-KPK, diduga dengan sengaja menghambat penyidikan KPK dengan membuat alasan yang berubah-ubah ketika pemanggilan Novanto oleh KPK, baik saat dipanggil sebagai saksi maupun tersangka.

"Kami lihat dari berbagai manuver atau alasan yang disampaikan oleh Setya Novanto, atau oleh pengacaranya, atau oleh Sekjen DPR, langkah-langkah yang diambil terkait dengan panggilan KPK ini sudah sampai pada tingkat sengaja untuk menghambat (kasus e-KTP)," kata Petrus.

Kompas TV Ditahannya Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto oleh KPK, enggan ditanggapi terbuka oleh para politikus Golkar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi di Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Kursi Demokrat di DPR Turun, AHY: Situasi di Pemilu 2024 Tidak Mudah

Nasional
Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Serba-serbi Pembelaan Kubu Prabowo-Gibran dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Kecerdasan Buatan Jadi Teman dan Musuh bagi Industri Media

Nasional
Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Saat Sengketa Pilpres di MK Jadi Panggung bagi Anak Yusril, Otto, Maqdir, dan Henry Yoso...

Nasional
Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Pemerintah Kembali Banding di WTO, Jokowi: Saya Yakin Kita Mungkin Kalah Lagi, tapi...

Nasional
Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com