JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Lingkar Madani (LIMA) Ray Rangkuti berpendapat bahwa Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar sebaiknya segera mengambil langkah untuk menyelamatkan citra dan elektabilitas Partai Golkar terkait polemik yang dialami ketua umumnya, Setya Novanto.
Seperti diketahui, Novanto kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi e-KTP pada Jumat (10/11/2017) lalu.
"Kalau menurut saya memang lebih baik mereka melakukan penyelamatan Golkar, terlalu mahal harga Golkar ini dibiarkan begitu saja terombang-ambing oleh kasus yang menimpa Setnov," ujar Ray saat ditemui kantor PARA Syndicate, Jakarta Selatan, Jumat (17/11/2017).
"Jadi sebaiknya memang orang-orang di Golkar harus mengambil sikap segera, mahal sekali taruhannya," ucapnya.
(Baca juga : Jika Novanto Diganti, Bagaimana Proses Pendaftaran Golkar sebagai Calon Peserta Pemilu?)
Ray menuturkan, sejak Novanto disebut-sebut terlibat dalam kasus e-KTP, elektabilitas Partai Golkar terus menurun.
Situasi tersebut tentunya akan merugikan posisi Golkar mengingat sebentar lagi partai berlambang pohon beringin itu akan menghadapi Pilkada 2018 dan Pilpres 2019.
Oleh sebab itu, Ray menilai harus ada pembenahan internal untuk menyelamatkan Partai Golkar.
"Harus ada langkah di dalam institusi Golkar untuk menyelamatkan Golkar, nah bagaimana caranya saya tidak tahu, itu urusan mereka," ucapnya.
(Baca juga : Ini 4 Kejanggalan Kecelakaan Novanto Menurut Generasi Muda Golkar)
"Sebaiknya, menurut saya, harus ada upaya yang cukup dari sosok di internal partai untuk menyelamatkan partai ini," kata Ray.
Pasca-penetapan tersangka, Setya Novanto sempat menghilang saat penyidik KPK berupaya menjemput paksa. Upaya penjemputan dilakukan KPK setelah Novanto selalu mangkir dari pemeriksaan.
Rabu (15/11/2017), Novanto mangkir dari pemeriksaan sebagai tersangka dalam kasus korupsi e-KTP. Novanto juga tak pernah memenuhi panggilan saat akan diperiksa sebagai saksi untuk kasus yang sama.
Bermacam alasan diungkapkan pihak Novanto untuk menghindari pemeriksaan, mulai dari sakit hingga memerlukan izin Presiden. Terakhir, Novanto beralasan tak hadir karena sedang mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang KPK.
Penyidik KPK pada Rabu malam mendatangi kediaman Novanto di Jalan Wijaya XIII, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Setelah tak bisa menjemput paksa Novanto yang menghilang, penyidik membawa sejumlah barang dari tempat tersebut.
Pada Kamis (16/11/2017) malam KPK menetapkan Novanto masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, keputusan tersebut diambil oleh pimpinan KPK sebab Novanto tak kunjung menyerahkan diri hingga Kamis (16/11/2017) malam setelah kembali ditetapkan tersangka.
Kemudian, pada Kamis (16/11/2017) malam, Novanto dikabarkan mengalami kecelakaan saat menuju kantor KPK untuk menyerahkan diri dan harus dirawat di RS Medika Permata Hijau.