JAKARTA, KOMPAS.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi e-KTP dengan tersangka Ketua DPR RI Setya Novanto, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (16/11/2017).
Aburizal tiba di Gedung KPK sekitar pukul 09.55 WIB dan keluar pada pukul 15.00 WIB.
Seusai diperiksa, mantan Ketua Umum Partai Golkar itu, mengungkapkan, penyidik menanyakan beberapa pertanyaan terkait tugas dan tanggung jawab Ketua Umum Partai Golkar.
Baca: Jokowi Tidak Instruksikan Polisi untuk Buru dan Tangkap Setya Novanto
Selain itu, penyidik juga menanyakan apakah ia mengetahui soal dugaan korupsi e-KTP.
"Tadi ditanya tentang bagaimana tugas dan tanggung jawab ketua umum Partai Golkar. Soal organisasi partai dan bagaimana, apakah mengetahui tentang e-KTP. Itu saja," ujar pria yang akrab disapa Ical itu.
Namun, Ical tidak menjelaskan lebih lanjut jawaban yang diberikan kepada penyidik saat pemeriksaan.
Setelah menjawab pertanyaan wartawan, Ical langsung berjalan menuju mobilnya yang sudah menunggu di dekat pintu keluar Gedung KPK.
Ical juga mengaku tidak mengetahui keberadaan Ketua Umun Partai Golkar Setya Novanto saat seorang wartawan menanyakan soal dugaan Novanto menghilang setelah KPK berupaya melakukan penjemputan paksa.
Baca juga: Hadiah Rp 10 Juta bagi Pemberi Info Keberadaan Novant
Menurut Ical, ia tidak berkomunikasi dengan Novanto dalam dua hari ini.
"Mana saya tahu (keberadaan Novanto). Enggak pernah komunikasi. Dua hari ini belum pernah komunikasi," ujar Ical.
Seperti diketahui, KPK kembali menetapkan Novanto sebagai tersangka pada Jumat (10/11/2017).
Novanto lolos dari status tersangka dalam penetapan sebelumnya setelah memenangi gugatan praperadilan terhadap KPK.
Dalam kasus ini, Novanto bersama sejumlah pihak diduga menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi. Adapun sejumlah pihak itu antara lain Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong, dan dua mantan Pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto.
Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar. Akibat perbuatannya bersama sejumlah pihak tersebut negara diduga dirugikan Rp 2,3 triliun pada proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut.
Pasal yang disangkakan terhadap Novanto adalah Pasal 2 Ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.