JAKARTA, KOMPAS.com — Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia atau Formappi Lucius Karus mengatakan, upaya penangkapan Setya Novanto yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi pada Rabu malam (15/11/2017) hingga Kamis dini hari (16/11/2017) bisa disebut sebagai antiklimaks dari segala ikhtiar Novanto menghindari pemeriksaan KPK dalam beberapa waktu terakhir.
"Semua kebesaran dan kewibawaan seorang Novanto yang dengan gigih dibela oleh sebagian besar anggota DPR, Kesekjenan DPR, kuasa hukum, kader-kader loyalnya di Partai Golkar, dan masih banyak lagi pendukungnya, lenyap dalam sekejap," kata Lucius kepada Kompas.com, Jakarta, Kamis.
(Baca juga: Sekretaris DPD Golkar Solo: Golkar Saat Ini dalam Keadaan Darurat)
Dalam pandangan Lucius, keberanian KPK untuk melakukan penangkapan dalam sekejap sukses merontokkan jas kebesaran Novanto sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Ketua Umum Partai Golkar.
"Proses penangkapan semalam langsung menelanjangi Novanto yang sesungguhnya bahwa dia adalah makhluk biasa, ia bukan siapa-siapa di depan hukum," ucapnya.
Lucius menganggap, sepak terjang Novanto yang terbilang licin tiap kali berurusan dengan masalah hukum sudah selesai. Novanto dalam persembunyiannya kembali menjadi orang biasa dengan ketakutan yang sangat manusiawi.
(Baca juga: Amien Rais dan Prabowo Enggan Komentar soal Novanto)
Dia menambahkan, cukup beralasan jika Novanto ketakutan karena proses hukum yang menunggunya sangat mungkin berujung vonis yang berat.
"Bagi saya antiklimaks kegigihan Novanto dan kubunya melawan atau menghindari proses hukum dengan mengabaikan panggilan KPK, akhirnya berujung pada kisah yang sesungguhnya memalukan bagi seseorang dengan jabatan dan kekuasaan besar seperti Novanto," ucapnya.