JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto menegaskan, pemerintah tidak akan mencampuri proses hukum yang tengah berjalan terhadap Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto.
Meski Setya Novanto yang akan ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi kini menghilang entah ke mana, namun pemerintah tetap menolak ikut campur.
"Dari awal memang kita kan sudah mendengarkan penjelasan dari Presiden bahwa pemerintah, eksekutif, tidak akan mencampuri urusan yudikatif. Pemerintah tidak akan masuk intervensi ke masalah hukum," kata Wiranto di Istana Bogor, Kamis (16/11/2017).
"Jangan sampai ada suatu indikasi-indikasi tertentu tuduhan tertentu, bahwa pemerintah selalu mencampuri urusan hukum, tidak," ucap Wiranto.
(Baca juga: JK: Novanto Harus Taat Hukum, kalau Lari Bagaimana Dia Bisa Dipercaya?)
"Kembali tadi bahwa tidak ada suatu keinginan sedikit pun dari pemerintah untuk mencampuri urusan hukum yang sedang berjalan," kata Wiranto.
Wiranto pun enggan memberikan penilaian apakah Setya Novanto sebaiknya menyerahkan diri ke KPK atau tidak.
Menurut dia, penilaian yang diberikan justru akan membuat pemerintah mengintervensi hukum yang tengah berjalan.
"Nah itu namanya saya mencampuri lagi. Tadi sudah saya katakan bahwa posisi pemerintah tidak akan mencampuri masalah hukum," ucap mantan Panglima ABRI ini.
(Baca juga: Ketua MPR Minta Novanto Patuhi Proses Hukum di KPK)
Namun, Ketua Umum Partai Golkar tersebut tak ada di rumah. KPK mengimbau Novanto untuk segera menyerahkan diri.
KPK menetapkan kembali Novanto sebagai tersangka kasus e-KTP pada Jumat (10/11/2017). Novanto sebelumnya lolos dari status tersangka dalam penetapan sebelumnya setelah memenangi gugatan praperadilan terhadap KPK.
Dalam kasus ini, Novanto bersama sejumlah pihak diduga menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi.
(Baca juga: Setya Novanto Menghilang, Kader Partai Golkar Sedih)
Adapun sejumlah pihak itu antara lain Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong, dan dua mantan Pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto.
Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar. Akibat perbuatannya bersama sejumlah pihak tersebut negara diduga dirugikan Rp 2,3 triliun pada proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.