JAKARTA, KOMPAS.com - Aktivis Indonesia Corruption Watch Adnan Topan Husodo menilai, Presiden Joko Widodo tidak bersikap tegas terhadap Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto yang kini menjadi tersangka kasus korupsi E-KTP.
Padahal, menurut Adnan, Novanto sudah jelas-jelas menjadikan Jokowi sebagai bemper karena ia menolak diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi sebelum lembaga antirasuah itu mengantongi izin Presiden.
"Saya khawatir sikap Presiden yang ambigu dimanfaatkan Novanto untuk berlindung dan menghambat proses hukum yang dilakukan oleh KPK. Dan itu terbukti sampai saat ini," kata Adnan di Jakarta, Rabu (15/11/2017).
(Baca juga : Ini Isi Surat yang Dikirim Pengacara Setya Novanto ke KPK)
Atau, Presiden juga bisa meminta pandangan pakar hukum terlebih dahulu untuk menguji argumen Novanto.
"Kalau ahli hukum mengatakan (argumen Novanto) tidak tepat, ya Presiden mengatakan 'tidak perlu izin. Oleh karena itu, jangan jadikan saya sebagai bemper' sehingga tidak kemudian dimanfaatkan," ucap Adnan.
(Baca juga : Ditanya Kapan ke KPK, Ini Jawaban Setya Novanto)
Adnan menilai, sikap Presiden yang tidak tegas ini ada hubungannya dengan posisi Novanto sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
Partai Golkar adalah bagian dari koalisi pemerintah dan sudah menyatakan dukungan ke Jokowi untuk pemilu 2019.
"Lebih karena kalkulasi politik, presiden merasa tidak yakin kalau posisinya aman," ucap Adnan.
Jokowi sebelumnya merespons alasan Setya Novanto yang menolak memenuhi panggilan pemeriksaan di KPK.
(Baca juga : Novanto Menolak Diperiksa KPK, Ini Komentar Jokowi)
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanSegera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.