Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Karim Raslan
Pengamat ASEAN

Karim Raslan adalah kolumnis dan pengamat ASEAN. Dia telah menulis berbagai topik sejak 20 tahun silam. Kolomnya  CERITALAH, sudah dibukukan dalam "Ceritalah Malaysia" dan "Ceritalah Indonesia". Kini, kolom barunya CERITALAH ASEAN, akan terbit di Kompas.com setiap Kamis. Sebuah seri perjalanannya di Asia Tenggara mengeksplorasi topik yang lebih dari tema politik, mulai film, hiburan, gayahidup melalui esai khas Ceritalah. Ikuti Twitter dan Instagramnya di @fromKMR

Pondok Pesantren Nurul Huda Banat, Mendidik Santri Peduli Sesama

Kompas.com - 15/11/2017, 15:35 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLaksono Hari Wiwoho

Ceritalah ASEAN baru-baru ini mengunjungi Ubud (Bali), Pekalongan, Muntilan, Mangelang (Jawa Tengah) dan satu kawasan fenomenal di Jakarta, Tanah Abang untuk memproduksi serangkaian video tentang Keberagaman Agama Indonesia. Sejak beberapa pekan lalu, Ceritalah ASEAN menghadirkan video ini berikut tulisan kolom  tentang tradisi pluralisme yang menakjubkan di negara ini.

MENYUSURI sebuah gang kecil sejauh 300 meter, sekitar 30 menit dari Masjid Agung Al Jami’ di Alun-Alun Kota Pekalongan, Jawa Tengah, tim Ceritalah ASEAN tiba di sebuah pondok pesantren bernama Nurul Huda.

Berada di tengah-tengah perkampungan padat penduduk desa Simbang Kulon, Gang 2 Kecamatan Buaran, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, pondok pesantren yang didirikan oleh almarhum Kiai Haji (KH) Khudlori Tabri ini telah berusia 32 tahun.

Sekilas, bangunan dengan dominasi cat putih itu tidak terlihat seperti pondok pesantren karena dia tak ubahnya sebuah rumah biasa.

Namun, setelah kita memasuki area Nurul Huda seluas 1,5 hektar, terdapat tiga bangunan kokoh yang terdiri dari satu bangunan rumah tempat tinggal KH Muslikh Khudlori dan keluarganya. Ada juga dua bangunan lain yang terdiri dari dua lantai sebagai tempat para santri belajar dan tidur.

Nurul Huda menampung sekitar 217 santri perempuan dan 298 santri laki-laki. Usia mereka berkisar 12 hingga 29 tahun. Mereka tinggal di bangunan terpisah, yang berjarak sekitar 200 meter.

Pondok pesantren ini juga menyediakan berbagai fasilitas, seperti sebelas kamar tidur untuk santri perempuan, sembilan kamar tidur untuk santri laki-laki, tempat belajar mengaji, tempat beribadah, dan ruang untuk kegiatan ekstra kurikuler.

Sejak Kiai Khudlori wafat pada 2000, pengasuhan santri putra dan putri dilakukan terpisah. Kiai Muslikh mengasuh santri putri, yang kemudian dikenal dengan nama Nurul Huda Banat. Adapun adiknya, KH Mahrus Khudlori, mengasuh santri laki-laki, dan menyebutnya Nurul Huda Banin. Banat berarti perempuan, dan banin berarti laki-laki.

Untuk kegiatan belajar keagamaan sehari-hari, pondok pesantren ini memiliki 20 ustaz dan 16 ustazah, termasuk istri Kiai Muslikh, Nyai Hj Hamidah.

Sebagai negara yang 87 persen dari sekitar 250 juta penduduknya beragama Islam, ajaran dan pendidikan Islam di Indonesia berkembang antara lain melalui pondok pesantren.

"Ayah saya mendirikan pondok pesantren ini adalah untuk membantu pemerintah memfasilitas masyarakat pedesaan dan masyarakat yang kurang mampu untuk mendapatkan pendidikan," kata Kiai Muslikh mengawali cerita tentang Nurul Huda Banat.

"Konsep awal berdirinya pondok pesantren ini adalah untuk mendidik anak-anak agar mereka bisa punya bekal untuk terjun dan berperan di tengah-tengah masyarakat dan dalam pembangunan negara," tutur Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Pekalongan periode 2013-2018 ini.

Pesantren, menurut Kiai Muslikh, adalah lembaga pendidikan agama yang khusus didesain untuk pendalaman agama para santri. Makna agama itu tidak hanya hal-hal yang terkait dengan akhirat melainkan juga masalah kebahagiaan.

"Jadi, pesantren ini dimaknai sebagai lembaga untuk mengantarkan siswanya bahagia fi dini wa dunya wal akhirah (di dunia dan akhirat). Itu penekanan dari pesantren," papar Kiai Muslikh.

Nurul Huda juga tidak membatasi latar belakang anak didik yang hendak diterima belajar. Tidak terkecuali mereka yang dari kalangan tidak mampu. "Siapa pun yang ingin belajar di sini, saya persilahkan, yang penting mereka punya motivasi untuk belajar," ujarnya.

Dia memiliki harapan, lulusan pondok pesantren Nurul Huda akan menjadi Muslim yang saleh dan ber-akhlakul karimah, serta menjadi ahlussunah wal jamaah--yang senantiasa tegak di atas Islam berdasarkan Al Quran dan hadis yang sahih.

"Sesuai dengan konsep Islam, anak yang kita lahirkan tentu yang soleh dan solehah. Artinya, anak itu bisa berbuat baik buat dirinya, keluarganya, masyarakat dan negara," kata Kiai Muslikh.

Para santri di pondok pesantren Nurul Huda mengawali harinya dengan shalat subuh berjamaah dilanjutkan dengan mengaji hingga waktunya mereka berangkat ke sekolah umum, yang letaknya tak jauh dari pondok pesantren.

Mereka harus mengikuti pendidikan umum hingga pukul 3 sore. Sepulang dari sekolah umum, mereka melanjutkan lagi kegiatan di pesantren seperti mengaji Al Quran, membaca kitab kuning, shalat berjamaah, hingga pukul 9 malam. Setelah itu mereka punya waktu untuk mengerjakan tugas sekolah sebelum kemudian tidur pukul 10 malam.

Nurul Huda juga menerapkan jenjang pendidikan formal, mulai dari roudlotul athfal, madrasah ibtidaiah, madrasah tsanawiyah, dan madrasah aliyah.

Kurikulum yang dianutnya meliputi akidah, tauhid, tafsir, hadis, tasawuf, akhlak, fikih, ushul fikih dan ilmu nahwu sharaf untuk memahami Bahasa Arab.

Metode pembelajaran yang digunakan pondok pesantren ini adalah metode klasikal diniyah (metode sistem kelas seperti halnya sistem modern), sorogan (sistem belajar secara individu, satu santri berhadapan langsung dengan satu kiai), dan bandongan (santri mendengarkan dan menyimak bacaan kitab oleh kiai).

Kepadatan jadwal yang dimiliki para santri tidak mengurangi keceriaan di wajah mereka. Sebab, pondok pesantren pun paham, para santri juga perlu kegiatan lain di luar aktifitas belajar formal. Mereka bisa memilih kegiatan yang mereka suka, seperti seni tilawah, seni kaligrafi, bermain rebana, belajar khitobah, sampai belajar masak-memasak.

Tim Ceritalah ASEAN sempat melihat bagaimana sejumlah santri perempuan membuat kue kering kacang. Adonan kue dicetak berbentuk hati lalu diberi olesan kuning telur di atasnya agar menarik ketika kue matang. Mereka begitu telaten dan sabar mencetak kue satu demi satu hingga memenuhi satu loyang dan siap dipanggang dalam oven.

"Kami ingin anak-anak tidak hanya pandai dalam ilmu agama tapi punya kemampuan lebih," ujar Nyai Hamidah yang mengajarkan santri perempuan membuat kue kering. "Kalau mereka ulet dan sungguh-sungguh, membuat kue kering ini bisa menjadi bisnis dan membuka lapangan kerja yang baru."

Nurul Huda juga membangun kepedulian terhadap lingkungan pesantren dengan membuka Pos Kesehatan Pesantren setiap hari Jumat, empat kali dalam sebulan, bekerja sama dengan puskesmas setempat. Siapa saja warga yang datang berobat, tidak akan dikenakan biaya, termasuk obat-obatannya.

Salah satu kegiatan santri di luar aktivitas belajar normal.CERITALAH ASEAN Salah satu kegiatan santri di luar aktivitas belajar normal.
"Kami juga tidak membatasi warga yang mau berobat, termasuk yang bukan Muslim, silakan datang," kata Kiai Muslikh.

Ketika ditanyakan bagaimana Pos Kesehatan Pesantren ini bisa menerima warga non-Muslim, dia menjelaskan bahwa hal itu sesuai dengan konteks Islam sebagai agama rahmatin lil’al amin—agama yang membawa rahmat dan kesejahteraan bagi semua seluruh alam semesta, termasuk hewan, tumbuhan, dan jin, apalagi sesama manusia.

"Artinya, rahmat dan kasih sayang itu tidak hanya diberikan kepada umat yang seagama, tapi termasuk juga kepada mereka yang tidak seagama," ujar ayah empat anak berusia 52 tahun ini.

Begitulah sesungguhnya Islam mengajarkan umatnya menghadapi perbedaan yang ada di hadapannya. Sikap toleransi yang ditunjukkan Pondok Pesantren Nurul Huda itu juga mengandung pesan-pesan perdamaian. Dengan tidak membeda-bedakan latar belakang agama, membantu orang yang sedang berkesusahan adalah kewajiban setiap umat manusia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Penetapan Prabowo-Gibran Besok, KPU Undang Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Penetapan Prabowo-Gibran Besok, KPU Undang Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud

Nasional
Amanat Majelis Syura Gulirkan Hak Angket di DPR, Presiden PKS Sebut Lihat Realitanya

Amanat Majelis Syura Gulirkan Hak Angket di DPR, Presiden PKS Sebut Lihat Realitanya

Nasional
Zulhas Sebut Tak Ada Tim Transisi, Prabowo Mulai Kerja sebagai Presiden Terpilih

Zulhas Sebut Tak Ada Tim Transisi, Prabowo Mulai Kerja sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Menyoal Tindak Lanjut Pelanggaran Pemilu yang Formalistik ala Bawaslu

Menyoal Tindak Lanjut Pelanggaran Pemilu yang Formalistik ala Bawaslu

Nasional
PDI-P Sebut Jokowi dan Gibran Tak Lagi Kader, Zulhas: Sudah Ada Rumahnya, PAN ...

PDI-P Sebut Jokowi dan Gibran Tak Lagi Kader, Zulhas: Sudah Ada Rumahnya, PAN ...

Nasional
Saksi Sebut Pemenang Lelang Proyek Tol MBZ Sudah Diatur

Saksi Sebut Pemenang Lelang Proyek Tol MBZ Sudah Diatur

Nasional
PAN Prioritaskan Kader Sendiri untuk Maju Pilkada 2024

PAN Prioritaskan Kader Sendiri untuk Maju Pilkada 2024

Nasional
Jokowi Tinjau Pasar Tumpah Mamasa, Cek Harga dan Berencana Bangun Pasar Baru

Jokowi Tinjau Pasar Tumpah Mamasa, Cek Harga dan Berencana Bangun Pasar Baru

Nasional
PKS: Selamat Bertugas Prabowo-Gibran

PKS: Selamat Bertugas Prabowo-Gibran

Nasional
Pengamat: Prabowo-Gibran Punya PR Besar karena Kemenangannya Dibayangi Kontroversi

Pengamat: Prabowo-Gibran Punya PR Besar karena Kemenangannya Dibayangi Kontroversi

Nasional
Kementerian KP Gandeng Kejagung Implementasikan Tata Kelola Penangkapan dan Budi Daya Lobster 

Kementerian KP Gandeng Kejagung Implementasikan Tata Kelola Penangkapan dan Budi Daya Lobster 

Nasional
Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Respons Putusan MK, Zulhas: Mari Bersatu Kembali, Kita Akhiri Silang Sengketa

Nasional
Agenda Prabowo usai Putusan MK: 'Courtesy Call' dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Agenda Prabowo usai Putusan MK: "Courtesy Call" dengan Menlu Singapura, Bertemu Tim Hukumnya

Nasional
Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Awali Kunker Hari Ke-2 di Sulbar, Jokowi Tinjau Kantor Gubernur

Nasional
'MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan...'

"MK yang Memulai dengan Putusan 90, Tentu Saja Mereka Pertahankan..."

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com