JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto tidak menghadiri pemeriksaan dalam kasus korupsi proyek e-KTP oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Novanto berkilah bahwa dia sedang sibuk dengan berbagai tugas negara, sehingga mangkir dari pemeriksaan perdananya sebagai tersangka.
"Hari ini kami rapat para pimpinan (DPR). Ini rapim penting karena program-program awal harus kami lakukan. Tugas-tugas negara harus kami selesaikan," ujar Novanto di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (15/11/2017).
Setelah masa reses, DPR memasuki masa sidang kedua tahun sidang 2017-2018 mulai hari ini. Dengan demikian, lembaga legislatif itu menggelar rapat paripurna pembukaan masa sidang.
(Baca juga: Absen dari Pemeriksaan KPK, Novanto Pilih Hadir di Paripurna DPR)
Namun, saat dicecar kapan akan menghadiri panggilan KPK, Novanto tidak menjawab dengan gamblang. Novanto mengaku sudah mengirim surat kepada KPK.
Menurut dia, surat yang disampaikan ke KPK sudah mencantumkan alasan tidak hadir memenuhi panggilan pemeriksaan.
"Kan saya sudah kirim surat juga ke KPK, karena sedang mengajukan gugatan ke MK," kata Ketua Umum Partai Golkar itu.
Pihak Novanto memang sedang mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK).
(Baca: Novanto Mangkir Pemeriksaan KPK, Pengacara Beralasan Uji Materi di MK)
Pengacara Novanto, Fredrich Yunadi mengatakan ada dua pasal di dalam UU KPK yang ia gugat. Pertama, Pasal Pasal 46 Ayat 1 dan Ayat 2, yang menjadi dasar KPK untuk memanggil Novanto.
Pasal ini digugat pihak Novanto lantaran dianggap mengesampingkan Undang-Undang Dasar 1945.
Kedua, pasal yang digugat adalah Pasal 12 UU KPK. Pasal tersebut memberikan kewenangan kepada KPK meminta imigrasi untuk mencegah seseorang berpergian ke luar negeri maupun pencekalan terhadap seseorang.
Menurut Fredrich, hal itu bertentangan dengan putusan MK yang menyatakan wewenang atas Imigrasi untuk mencegah seorang yang masih dalam penyelidikan adalah inkonstitusional.