JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan bahwa proses hukum terhadap Ketua Dewan Perwakilan Rakyat RI Setya Novanto tetap berjalan meskipun pihak Novanto sedang mengajukan judicial review Undang-Undang KPK di Mahkamah Konstitusi.
"Dalam proses hukum, acuan yang digunakan adalah KUHAP, UU Tipikor dan UU KPK. Jadi sekalipun ada bagian dari UU tersebut yang diuji di MK, hal tersebut tidak akan menghentikan proses hukum yang berjalan," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah melalui keterangan tertulis, Rabu (15/11/2017).
Apalagi, lanjut Febri, ada penegasan dalam Pasal 58 Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2003, tentang Mahkamah Konstitusi. Pasal 58 tersebut berbunyi, "Undang-undang yang diuji oleh Mahkamah Konstitusi tetap berlaku, sebelum ada putusan yang menyatakan bahwa undang-undang tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,".
"Sehingga dalam penanganan kasus KTP Elektronik ini, kami akan berjalan terus," ujar Febri.
Baca juga : Absen dari Pemeriksaan KPK, Novanto Pilih Hadir di Paripurna DPR
Febri melanjutkan, dalam penegakan hukum pihaknya punya tanggung jawab dan tugas untuk melakukannya secara adil dan berlaku sama terhadap semua orang. KPK tidak ingin ada kesan hukum tidak bisa menyentuh orang-orang tertentu.
"Jelas sekali, pengaturan Hak Imunitas terbatas untuk melindungi anggota DPR yang menjalankan tugas. Tentu hal itu tidak berlaku dalam hal ada dugaan tindak pidana korupsi. Karena melakukan korupsi pasti bukan bagian dari tugas DPR. Mari kita jaga lembaga terhormat ini," ujar Febri.
Baca juga : Novanto Mangkir Pemeriksaan KPK, Pengacara Beralasan Uji Materi di MK
Sebelumnya, Pengacara Novanto Fredrich Yunadi mengatakan, ketidakhadiran kliennya di KPK lantaran pihaknya sedang mengajukan judicial review di Mahkamah Konstitusi (MK).
Pihak kuasa hukum Novanto sebelumnya memang menggugat dua pasal di dalam UU KPK di Mahmakah Konstitusi yakni pasal Pasal 46 ayat 1 dan 2 dan Pasal 12 UU KPK.
Fredrich mengatakan, jika gugatan mereka dikabulkan MK, maka kliennya tidak perlu hadir dalam pemeriksaan KPK. Jika tidak dikabulkan, pihaknya akan tunduk pada putusannya.
"Sambil menunggu hasil putusan MK terhadap JR yang diajukan. Putusan itu kan bisa iya, bisa tidak. Kalau iya berati tidak perlu hadir selamanya. Kalau tidak mau enggak mau kita harus tunduk pada hukum," kata Fredrich saat dihubungi, Rabu (15/11/2017).