JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Arsul Sani menegaskan bahwa ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sangat penting untuk menciptakan sistem presidensial yang kuat.
Tanpa presidential threshold, dikhawatirkan presiden terpilih justru akan disandera oleh fraksi partai politik di parlemen.
Hal ini disampaikan Anggota Komisi III DPR Arsul Sani dalam sidang uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (14/11/2017).
Arsul hadir membacakan keterangan DPR selaku pembuat UU.
(Baca juga : Kebut Uji Materi UU Pemilu, MK Minta Saksi dan Ahli Dikurangi)
Arsul mengatakan, tanpa presidential threshold, maka setiap partai politik peserta pemilu bisa mencalonkan jagoan masing-masing.
Jika ada 15 partai peserta pemilu, maka bisa jadi ada 15 calon presiden dan wakil presiden.
Menurut Arsul, apabila presiden yang terpilih mempunyai wakil yang minim di DPR atau sama sekali tidak mempunyai wakil di DPR, maka figur presiden ini akan sulit mendapat dukungan politik di parlemen.
"Potensi sandera politik terhadap presiden akan semakin besar," kata Arsul.
Oleh karena itu, lanjut Arsul, presiden dan pemerintah sepakat setiap parpol atau gabungan parpol yang hendak mengusung calon presiden dan wakil presiden harus mengantongi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional.
Karena pilpres dan pileg tahun 2019 digelar serentak, maka digunakanlah hasil pileg 2014 sebagai ambang batas.
Meski tak disetujui oleh sejumlah fraksi, ketentuan ini akhirnya diketok dalam pasal 222 UU Pemilu.
"Ambang batas memaksa parpol lakukan konsolidasi politik. Sehingga dengan adanya gabungan koalisi pendukung presiden, akan memperkuat sistem presidensial, akan terjadi koalisi untuk memperkuat pelaksanaan pemerintahan sehingga membangun pemerintahan yang efektif," ucap Arsul.
Uji materi terkait pasal 222 UU Pemilu yang mengatur ambang batas pencalonan presiden ini diajukan oleh sejumlah pihak.
Ada sejumlah perwakilan masyarakat seperti Effendi Gazali, Wakil Kamal, Habiburokhman, Hadar Nafis Gumay, dan Titi Anggraini.
Ada juga partai politik yang mengajukan permohonan, yakni Partai Bulan Bintang dan Partai Idaman.