Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Marzuki Alie: Sekjen DPR Bukan Sekjen Pribadi Novanto

Kompas.com - 14/11/2017, 07:52 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua DPR RI Marzuki Alie menilai Sekretariat Jenderal DPR RI seharusnya tak perlu ikut terlibat dalam kasus hukum pribadi yang menjerat Ketua DPR RI Setya Novanto.

Novanto sebelumnya tak menghadiri panggilan pemeriksaan saksi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan mengirimkan surat melalui Setjen DPR.

Marzuki menegaskan, surat menyurat yang keluar dari Kesetjenan DPR merupakan surat kelembagaan, bukan atas nama pribadi.

"Sekjen tidak boleh terlibat dalam kasus seperti itu. Sekjen itu posisinya adalah Sekjen DPR, bukan sekjen pribadi," kata Marzuki saat dihubungi Kompas.com, Senin (13/11/2017).

Marzuki menambahkan, surat yang dikeluarkan Kesetjenan merupakan keputusan pimpinan DPR yang diputuskan melalui rapat pimpinan. Surat itu menjadi sah dikirimkan jika telah diputuskan melalui rapim DPR dan dikeluarkan atas nama pimpinan DPR.

"Tapi tidak bisa Sekjen mengeluarkan surat atas nama seorang pimpinan," tuturnya.

(Baca juga: Setjen DPR Klaim Seluruh Pimpinan Tahu soal Surat Setya Novanto ke KPK)

Menurut dia, Sekjen DPR bisa saja dipanggil oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) atas dugaan pelanggaran etika tersebut.

"Sekjen kan bisa dipanggil pimpinan dewan," kata mantan Wakil Ketua Majelis Tinggi DPP Partai Demokrat itu.

Setya Novanto kembali tidak menghadiri panggilan pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi, Senin (13/11/2017). 

Ini adalah kali ketiga Novanto mangkir diperiksa sebagai saksi dalam pengusutan kasus e-KTP untuk tersangka Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo.

Novanto beralasan bahwa KPK harus mengantongi izin dari Presiden Joko Widodo untuk dapat memeriksa dirinya. Alasan serupa juga sempat digunakan Novanto pada pemanggilan sebelumnya.

(Baca: Tolak Diperiksa, Ini Isi Surat Setya Novanto kepada KPK)

Suasana gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (22/5/2009).KOMPAS/PRIYOMBODO Suasana gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (22/5/2009).
Beberapa waktu lalu, Pelaksana Tugas Sekjen DPR, Damayanti menjelaskan, dirinya hanya meneruskan surat secara administratif.

Damayanti mengaku dihubungi oleh Kepala Biro Pimpinan DPR bahwa ada surat panggilan dari KPK untuk Novanto.

Namun, di sisi lain ada putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa pemanggilan Novanto perlu izin presiden.

Ia meyakini tim biro pimpinan sudah memiliki kajian hukum tentang itu sehingga tak akan asal-asalan dalam membuat surat.

"Jadi, 'Pak Ketua tidak bisa hadir, Bu, karena ada putusan MK yang menyatakan demikian', ya sudah saya sampaikan ke KPK. Sudah itu saja," kata Damayanti.

(Baca juga: Kirim Surat Ke KPK, Plt Sekjen DPR Bantah Lindungi Novanto)

Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal DPR RI, Damayanti di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (6/10/2017).KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal DPR RI, Damayanti di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (6/10/2017).
Namun, Damayanti membantah jika surat tersebut dikeluarkan setelah adanya keputusan rapim DPR.

"Enggak ada rapim. Ya kan ini lagi reses gitu ya. Enggak ada rapim," tuturnya.

Novanto telah ditetapkan sebagai tersangka pada kasus korupsi proyek e-KTP untuk kedua kalinya. Ia sempat bebas dari status tersangka karena memenangkan gugatan praperadilan terhadap statusnya tersebut.

(Baca juga: KPK Disebut Bisa Panggil Novanto Tanpa Izin Presiden, Ini Kata Plt Sekjen DPR)

Sebelum putusan praperadilan itu keluar, Novanto juga pernah mengirimkan surat kepada KPK atas nama DPR. Surat itu meminta penundaan proses hukum terhadap Novanto.

Saat itu, surat menjadi polemik di publik. Selain dikirimkan oleh Kesetjenan, surat itu juga ditandatangani atas nama Wakil Ketua DPR RI bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Fadli Zon.

Fadli beralasan bahwa dirinya hanya meneruskan aspirasi Novanto.

Kompas TV Bagaimana suara Partai Golkar menyikapi ketua umum dan jabatannya sebagai ketua DPR saat ini perlukah mendesak mundur?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 27 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Wakil Ketua KPK Dinilai Punya Motif Buruk Laporkan Anggota Dewas

Nasional
Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Jokowi Ungkap Kematian akibat Stroke, Jantung dan Kanker di RI Capai Ratusan Ribu Kasus Per Tahun

Nasional
Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Temui Jokowi, Prabowo dan Gibran Tinggalkan Istana Setelah 2 Jam

Nasional
AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

AJI Nilai Sejumlah Pasal dalam Draf Revisi UU Penyiaran Ancam Kebebasan Pers

Nasional
Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Ketua KPK Sebut Langkah Nurul Ghufron Laporkan Anggota Dewas Sikap Pribadi

Nasional
Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Daftar Hari Besar Nasional dan Internasional Mei 2024

Nasional
AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

AHY Wanti-wanti Pembentukan Koalisi Jangan Hanya Besar Namun Keropos

Nasional
Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Prabowo Presiden Terpilih, AHY: Kami Imbau Semua Terima Hasil, Semangat Rekonsiliasi

Nasional
Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Prabowo: Jangan Jadi Pemimpin kalau Tak Kuat Diserang, Duduk di Rumah Nonton TV Saja

Nasional
Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com