JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua DPR RI Marzuki Alie menilai Sekretariat Jenderal DPR RI seharusnya tak perlu ikut terlibat dalam kasus hukum pribadi yang menjerat Ketua DPR RI Setya Novanto.
Novanto sebelumnya tak menghadiri panggilan pemeriksaan saksi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan mengirimkan surat melalui Setjen DPR.
Marzuki menegaskan, surat menyurat yang keluar dari Kesetjenan DPR merupakan surat kelembagaan, bukan atas nama pribadi.
"Sekjen tidak boleh terlibat dalam kasus seperti itu. Sekjen itu posisinya adalah Sekjen DPR, bukan sekjen pribadi," kata Marzuki saat dihubungi Kompas.com, Senin (13/11/2017).
Marzuki menambahkan, surat yang dikeluarkan Kesetjenan merupakan keputusan pimpinan DPR yang diputuskan melalui rapat pimpinan. Surat itu menjadi sah dikirimkan jika telah diputuskan melalui rapim DPR dan dikeluarkan atas nama pimpinan DPR.
"Tapi tidak bisa Sekjen mengeluarkan surat atas nama seorang pimpinan," tuturnya.
(Baca juga: Setjen DPR Klaim Seluruh Pimpinan Tahu soal Surat Setya Novanto ke KPK)
Menurut dia, Sekjen DPR bisa saja dipanggil oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) atas dugaan pelanggaran etika tersebut.
"Sekjen kan bisa dipanggil pimpinan dewan," kata mantan Wakil Ketua Majelis Tinggi DPP Partai Demokrat itu.
Setya Novanto kembali tidak menghadiri panggilan pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi, Senin (13/11/2017).
Ini adalah kali ketiga Novanto mangkir diperiksa sebagai saksi dalam pengusutan kasus e-KTP untuk tersangka Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo.
Novanto beralasan bahwa KPK harus mengantongi izin dari Presiden Joko Widodo untuk dapat memeriksa dirinya. Alasan serupa juga sempat digunakan Novanto pada pemanggilan sebelumnya.
(Baca: Tolak Diperiksa, Ini Isi Surat Setya Novanto kepada KPK)
Damayanti mengaku dihubungi oleh Kepala Biro Pimpinan DPR bahwa ada surat panggilan dari KPK untuk Novanto.
Namun, di sisi lain ada putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa pemanggilan Novanto perlu izin presiden.
Ia meyakini tim biro pimpinan sudah memiliki kajian hukum tentang itu sehingga tak akan asal-asalan dalam membuat surat.
"Jadi, 'Pak Ketua tidak bisa hadir, Bu, karena ada putusan MK yang menyatakan demikian', ya sudah saya sampaikan ke KPK. Sudah itu saja," kata Damayanti.
(Baca juga: Kirim Surat Ke KPK, Plt Sekjen DPR Bantah Lindungi Novanto)
"Enggak ada rapim. Ya kan ini lagi reses gitu ya. Enggak ada rapim," tuturnya.
Novanto telah ditetapkan sebagai tersangka pada kasus korupsi proyek e-KTP untuk kedua kalinya. Ia sempat bebas dari status tersangka karena memenangkan gugatan praperadilan terhadap statusnya tersebut.
(Baca juga: KPK Disebut Bisa Panggil Novanto Tanpa Izin Presiden, Ini Kata Plt Sekjen DPR)
Sebelum putusan praperadilan itu keluar, Novanto juga pernah mengirimkan surat kepada KPK atas nama DPR. Surat itu meminta penundaan proses hukum terhadap Novanto.
Saat itu, surat menjadi polemik di publik. Selain dikirimkan oleh Kesetjenan, surat itu juga ditandatangani atas nama Wakil Ketua DPR RI bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Fadli Zon.
Fadli beralasan bahwa dirinya hanya meneruskan aspirasi Novanto.