JAKARTA, KOMPAS.com - Tersangka kasus dugaan korupsi proyek KTP elektronik atau e-KTP Setya Novanto mengabaikan panggilan pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal itu membuat KPK geram dan mengancam memanggil paksa Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu.
Di balik itu, ada nuansa balas dendam yang tersirat.
Pengacara Novanto, Fredrich Yunadi mengungkapkan, ada kaitan kuat antara sikap Novanto terhadap KPK dengan sikap KPK terhadap Pansus Hak Angket di DPR.
Baca: KPK Minta Setya Novanto Tak Tarik-Tarik Presiden
"Kami kembalikan apa yang dilakukan KPK terhadap Pansus," ujar Fredrich, di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (13/11/2017).
KPK turut mengajukan permohonan penafsiran hak angket terhadap KPK ke MK.
Kini, Novanto membalas sikap KPK terhadap Pansus. Pada hari ini, Novanto menggugat dua pasal di UU KPK terkait pemanggilan anggota Dewan dan pelarangan bepergian oleh Imigrasi atas perintah KPK.
Baca juga: Pengacara: Yang Bilang Setya Novanto Adu Domba, Pasti Enggak Sekolah
"Kami juga sekarang mengatakan bahwa klien kami akan menunggu putusan MK untuk menentukan sikap," kata Fredrich.
"Saya nyatakan bahwa Pak Setya Novanto akan taat sebagaimana KPK terhadap Pansus DPR. Kami tunggu putusan MK. saya harap semua orang hormati proses itu, kami sudah proses hukum," lanjut dia.
Ada dua pasal dalam UU KPK yang digugat. Pertama yakni pasal Pasal 46 ayat 1 dan 2. Pasal ini digugat lantaran dianggap mengesampingkan Undang-Undang Dasar 1945.
Baca: Bantah Fahri, Pimpinan KPK Tegaskan Tak Pernah Lobi Setya Novanto
Kedua, pasal yang digugat adalah Pasal 12 UU KPK. Pasal tersebut memberikan kewenangan kepada KPK meminta imigrasi untuk mencegah seseorang berpergian ke luar negeri maupun pencekalan terhadap seseorang.
Fredrich meminta MK segera memproses pengajuan uji materi dua pasal tersebut.
Sebelum MK mengetuk palu atas uji materi ini, Novanto dipastikan tidak akan memenuhi panggilan pemeriksaan oleh KPK.