JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis mantan anggota DPR Miryam S Haryani terbukti menerima uang dalam kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
Hakim menganggap pengakuan Miryam yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) adalah keterangan yang sesungguhnya.
Hal itu dikatakan hakim dalam sidang pembacaan vonis terhadap Miryam di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/11/2017).
"Bantahan terdakwa tidak punya alasan hukum," kata hakim Anwar.
Menurut hakim, keterangan Miryam yang membantah menerima uang berbanding terbalik dengan apa yang dikatakan saksi-saksi lainnya.
(Baca juga : Miryam S Haryani Divonis 5 Tahun Penjara)
Misalnya, dua terdakwa dalam kasus korupsi e-KTP, Irman dan Sugiharto.
Kemudian, bertentangan dengan kesaksian mantan staf di Ditjen Dukcapil Kemendagri Yosep Sumartono dan bertentangan dengan saksi Vidi Gunawan.
Menurut hakim, keempat saksi tersebut membenarkan bahwa Miryam empat kali menerima uang. Masing-masing 500.000 dollar AS, 100.000 dollar AS dan Rp 5 miliar.
"Uang diantar oleh Sugiharto ke rumah terdakwa. Uang Rp 1 miliar diserahkan Yosep pada asisten terdakwa," kata Anwar.
Hakim menilai Miryam telah dengan sengaja tidak memberikan keterangan dan memberikan keterangan yang tidak benar saat bersaksi dalam sidang kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
Miryam dianggap dengan sengaja mencabut semua keterangan yang pernah ia berikan dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
Padahal, dalam empat BAP, Miryam mengaku menerima uang korupsi dan membagikannya kepada sejumlah anggota DPR.
Hakim menilai, pengakuan Miryam yang menyebut dirinya memberikan keterangan di bawah tekanan penyidik, adalah keterangan yang tidak benar.
Dengan demikian, semua keterangan yang pernah Miryam utarakan kepada penyidik KPK dapat dinilai sebagai sesuatu yang benar dan sesuai fakta.
Miryam divonis 5 tahun penjara. Politisi Partai Hanura itu juga diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.