Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Anggap Miryam Berbohong Saat Mengaku Ditekan Penyidik KPK

Kompas.com - 13/11/2017, 12:26 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menilai mantan anggota Komisi II DPR Miryam S Haryani berbohong saat mengaku ditekan dan diancam oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal itu dikatakan majelis hakim dalam sidang pembacaan vonis terhadap Miryam di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (13/11/2017).

Dalam pertimbangannya, hakim menganggap Miryam dengan sengaja memberikan keterangan tidak benar saat bersaksi di Pengadilan.

"Keterangan terdakwa yang mengatakan ditekan dan diancam adalah keterangan yang tidak benar. Hal itu bertentangan dengan fakta, saksi dan alat bukti lain," ujar hakim Anwar saat membacakan pertimbangan putusan.

(Baca juga: Miryam S Haryani Divonis 5 Tahun Penjara)

Menurut hakim, pernyataan Miryam yang mengaku ditekan oleh penyidik KPK berbanding terbalik dengan apa yang disampaikan tiga penyidik saat dihadirkan di persidangan. Menurut para penyidik, saat dilakukan pemeriksaan, Miryam diberikan kesempatan beristirahat dan makan siang.

Selain itu, selama empat kali pemeriksaan, Miryam selali diberikan kesempatan membaca, memeriksa dan mengoreksi berita acara pemeriksaan (BAP) sebelum ditandatangani.

Terdakwa pemberi keterangan palsu dalam kasus Korupsi KTP elektronik Miryam S Haryani (tengah) menunggu menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (16/10). Mantan anggota Komisi II DPR itu menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc/17.Hafidz Mubarak A Terdakwa pemberi keterangan palsu dalam kasus Korupsi KTP elektronik Miryam S Haryani (tengah) menunggu menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (16/10). Mantan anggota Komisi II DPR itu menjalani sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc/17.
Kemudian, keyakinan hakim bahwa Miryam tidak mendapat ancaman atau tekanan dari penyidik diperkuat oleh laporan dan keterangan para ahli yang dihadirkan jaksa. Kedua ahli yakni, Ahli psikologi forensik Reni Kusumowardhani dan ahli pidana dari Universitas Jenderal Soedirman Noor Aziz Said.

Adapun, barang bukti berupa video pemeriksaan Miryam di Gedung KPK telah diperiksa oleh tim ahli psikologi forensik. Pemeriksaan itu kemudian dibuat dalam laporan analisis.

"Sebagaimana ahli tidak menemukan adanya tekanan, karena banyak pertanyaan pendek penyidik, dijawab dengan panjang lebar oleh terdakwa. Ahli mengatakan, dapat disimpulkan tidak ditemukan adanya tekanan," kata Anwar.

(Baca juga: Hakim Heran "Karangan" Miryam soal Bagi Uang Cocok dengan Saksi Lain)

Kemudian, hakim sependapat dengan keterangan ahli pidana Noor Aziz Said. Menurut ahli, daya paksa berupa tekanan atau ancaman harus nyata dirasakan, bukan sekadar anggapan.

"Terdakwa mengatakan terisolir, tapi dapat keluar masuk ruangan. Laporan ahli psikologi forensik menyatakan tidak ada tekanan dan pemaksaan, sehingga pencabutan keterangan terdakwa tidak punya alasan hukum," kata Anwar.

Terdakwa kasus dugaan pemberian keterangan palsu dalam sidang kasus KTP Elektronik Miryam S Haryani mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (28/8/2017). Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan saksi. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww/17.ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay Terdakwa kasus dugaan pemberian keterangan palsu dalam sidang kasus KTP Elektronik Miryam S Haryani mengikuti sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (28/8/2017). Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan saksi. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww/17.
Miryam yang merupakan mantan politisi Partai Hanura tersebut divonis lima tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.

Hakim menilai Miryam telah dengan sengaja tidak memberikan keterangan dan memberikan keterangan yang tidak benar saat bersaksi dalam sidang kasus korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).

Miryam dianggap dengan sengaja mencabut semua keterangan yang pernah ia berikan dalam berita acara pemeriksaan (BAP). Salah satunya, terkait penerimaan uang dari mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Sugiharto.

(Baca juga: Saat Miryam Merasa Pemeriksaan KPK Tak Seseram yang Dikatakan Anggota DPR...)

Kompas TV Terdakwa pemberian keterangan tidak benar di pengadilan Miryam S Haryani mengakui diperiksa penyidik KPK sebagai saksi untuk Setya Novanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Pengamat Sebut Kemungkinan Prabowo Gandeng PDI-P Masih Terbuka, Ganjalannya Hanya Jokowi

Nasional
Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Obituari Tumbu Saraswati, Politikus Senior PDI-P Sekaligus Pendiri TPDI

Nasional
Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Wakil Ketua KPK Bantah Serang Balik Dewas dengan Laporkan Albertina Ho

Nasional
Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nurul Ghufron Gugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta

Nasional
JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

JK Puji Prabowo Mau Rangkul Banyak Pihak, tapi Ingatkan Harus Ada Oposisi

Nasional
Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Mantan Anak Buah SYL Mengaku Dipecat Lantaran Tolak Bayar Kartu Kredit Pakai Dana Kementan

Nasional
Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Beri Selamat ke Prabowo-Gibran, JK: Kita Terima Kenyataan yang Ada

Nasional
DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

DPR Bakal Kaji Ulang Desain Pemilu Serentak karena Dianggap Tak Efisien

Nasional
Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com