Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polisi Diminta Jangan Mau "Digunakan" untuk Ganggu KPK Tangani Kasus Novanto

Kompas.com - 13/11/2017, 08:34 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JEMBER, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Oce Madril, menilai pelaporan terhadap dua pimpinan lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Bareskrim Mabes Polri mengada-ada.

Apalagi, pelaporan kepada Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang itu dilakukan oleh kuasa hukum Ketua DPR RI Setya Novanto, yakni Fredrich Yunadi.

"Menurut saya enggak relevan. Kasus ini menurut saya 'dicari-cari'. Ini kan justru akan menimbulkan dan pertanyaan bahwa polisi 'digunakan' untuk menganggu kasus yang tengah ditangani oleh KPK," kata Oce ketika ditemui di Jember, Jawa Timur, Minggu (12/11/2017).

Menurut Oce, polisi seharusnya paham bahwa KPK sedang menangani dan mengungkap keterlibatan Novanto sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan KTP elektronik (e-KTP).

"Tentunya akan banyak tindakan hukum yang dilakukan KPK. Menerbitkan surat, menangkap dan lainnya. Jalur untuk mempersoalkan itu kan ada di praperadilan dan di pengadilan ketika (sudah) masuk ke pengadilan," kata Oce.

"Mestinya polisi bisa memilah-memilih perkara yang mana harus mereka tindaklanjuti dan mana yang tidak. Untuk kasus ini tidak perlu ditindaklanjuti oleh polisi," ujar dia.

(Baca juga: Polisi Diminta Bijak Tangani Pelaporan Pimpinan KPK oleh Pihak Novanto)

Menurut Oce, tindakan polisi yang menindaklanjuti laporan tersebut jelas akan menganggu penegakan hukum dan kelembagaan KPK.

Sebab, jika pimpinan suatu lembaga diganggu, maka tak ayal lembaga tersebut pun akan terganggu, hilang fokus dan lain sebagainya.

"Tentu yang akan diuntungkan adalah koruptor, para tersangka. Kalau kasus e-KTP kan masih banyak yang akan diproses. Inilah yang nanti diuntungkan konflik polisi dengan KPK," kata Oce.

"Kita sangsikan polisi menindaklanjuti laporan itu. Presiden kan sudah mengingatkan agar konflik ini tak semakin menjadi masalah yang lebih gaduh," tutur dia.

Terbaru, Fredrich Yunadi kembali melaporkan dua pimpinan dan dua penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Bareskrim Polri, Jumat (10/11/2017).

(Baca juga: Kriminalisasi Pimpinan KPK, Kegaduhan yang Sengaja Diciptakan)

Fredrich Yunadi, pengacara Ketua DPR RI Setya Novanto melaporkan dua pimpinan dan dua penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Bareskrim Polri ke Bareskrim Polri, Jumat (10/11/2017). Kompas.com/Robertus Belarminus Fredrich Yunadi, pengacara Ketua DPR RI Setya Novanto melaporkan dua pimpinan dan dua penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Bareskrim Polri ke Bareskrim Polri, Jumat (10/11/2017).
Pelaporan tersebut dilakukan tidak lama setelah lembaga antirasuah itu menetapkan kembali Novanto sebagai tersangka dalam kasus korupsi e-KTP.

Terlapor dari laporan ini yakni Ketua KPK Agus Rahardjo, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, Direktur Penyidikan KPK Aris Budiman, dan penyidik KPK Ambarita Damanik.

Alasan melaporkan para pihak ini di antaranya karena mereka yang menandatangi surat perintah penyidikan (sprindik), surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) dan yang mengumumkan Novanto sebagai tersangka.

Adapun dua pimpinan dan dua penyidik KPK itu dilaporkan atas dugaan tindak pidana kejahatan yang dilakukan dalam jabatan, sebagai mana yang dimaksud dalam Pasal 414 jo Pasal 421 KUHP.

Halaman:


Terkini Lainnya

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk 'Distabilo' seperti Era Awal Jokowi

Deputi KPK Minta Prabowo-Gibran Tak Berikan Nama Calon Menteri untuk "Distabilo" seperti Era Awal Jokowi

Nasional
Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Usul Revisi UU Pemilu, Anggota DPR: Selama Ini Pejabat Pengaruhi Pilihan Warga Pakai Fasilitas Negara

Nasional
KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

KPU Mulai Rancang Aturan Pemutakhiran Daftar Pemilih Pilkada 2024

Nasional
Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Waketum Nasdem Ahmad Ali Datangi Rumah Prabowo di Kertanegara

Nasional
Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Sebut Hak Angket Masih Relevan Pasca-Putusan MK, PDI-P: DPR Jangan Cuci Tangan

Nasional
Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Bicara Posisi Politik PDI-P, Komarudin Watubun: Tak Harus dalam Satu Gerbong, Harus Ada Teman yang Mengingatkan

Nasional
Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Anggota Komisi II DPR Nilai Perlu Ada Revisi UU Pemilu Terkait Aturan Cuti Kampanye Pejabat Negara

Nasional
Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Proses di PTUN Masih Berjalan, PDI-P Minta KPU Tunda Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

DKPP Verifikasi Aduan Dugaan Ketua KPU Goda Anggota PPLN

Nasional
Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Kasus Eddy Hiariej Dinilai Mandek, ICW Minta Pimpinan KPK Panggil Jajaran Kedeputian Penindakan

Nasional
KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

KPU Undang Jokowi Hadiri Penetapan Prabowo-Gibran Besok

Nasional
Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Cak Imin Mengaku Belum Dapat Undangan KPU untuk Penetapan Prabowo-Gibran

Nasional
Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Tentara AS Meninggal Saat Tinjau Tempat Latihan Super Garuda Shield di Hutan Karawang

Nasional
DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 200 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu Selama 4 Bulan Terakhir

Nasional
Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasdem-PKB Sepakat Tutup Buku Lama, Buka Lembaran Baru

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com