JEMBER, KOMPAS.com - Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Zainal Arifin Mochtar, mengingatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar segera melengkapi berkas perkara Ketua DPR RI Setya Novanto.
Menurut Zainal, jika berkas perkara tersangka kasus korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) itu lengkap, maka bisa segera dilimpahkan ke pengadilan.
"Yang penting melengkapi berkas dulu. Kalau berkas-berkasnya sudah lengkap, dilimpahkan ke pengadilan. Dengan begitu akan menghilangkan (peluang) praperadilan (Novanto)," kata Zainal ketika ditemui di Jember, Jawa Timur, Minggu (12/11/2017).
"Jadi KPK tentu menghitung kelengkapan berkas-berkasnya. Kalau memang bisa dilimpahkan ya dilimpahkan saja. Yang paling penting adalah berkas lengkap," ujar dia.
(Baca juga: Novanto Akan Minta Perlindungan Jokowi jika KPK Memanggil Paksa)
Meski demikian, kata Zainal, KPK tak perlu takut jika Ketua Umum Partai Golkar tersebut kembali mengajukan praperadilan atas penetapan status tersangkanya. Sebab, bisa jadi hasil keputusan praperadilan akan berbeda, apalagi dengan hakim yang berbeda pula.
"Kalau praperadilan itu adalah hak tersangka, dan putusan MK sudah mengatakan hal itu. Jadi kalau pun mau praperadilan ya silakan saja. Karena beda hakim, tentu akan berbeda pula pendapatnya," ujar dia.
Zainal menambahkan, soal penahanan Novanto, ia menyerahkan sepenuhnya keputusan itu kepada lembaga antirasuah. Apalagi, jika ada indikasi Novanto menghilangkan barang bukti dan mengulangi perbuatannya.
"Kalau penahanan itu kan subyektif penyidik. Ya silakan saja kalau ada indikasi dia (Novanto) mengulangi perbuatannya, menghilangkan barang bukti. Karenanya itu kewenangan penyidik," tutur Zainal.
(Baca juga: Mahfud MD Dorong KPK Segera Limpahkan Perkara Novanto ke Pengadilan)
KPK kembali mengumumkan penetapan Novanto sebagai tersangka pada Jumat lalu. Pengumuman penetapan Novanto sebagai tersangka itu disampaikan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, dalam jumpa pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta.
"Setelah proses penyelidikan dan terdapat bukti permulaan yang cukup dan melakukan gelar perkara akhir Oktober 2017, KPK menerbitkan surat perintah penyidikan pada 31 Oktober 2017 atas nama tersangka SN, anggota DPR RI," kata Saut.
Dalam kasus ini, Novanto disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 Subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Novanto sebelumnya lolos dari status tersangka dalam penetapan sebelumnya, setelah memenangi gugatan praperadilan terhadap KPK.