Alur Novanto Tersangka
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menyatakan, sejak putusan praperadilan keluar pada 29 September 2017, pihaknya mempelajari putusannya dengan seksama bersama dengan aturan hukum lainnya yang terkait.
Menurut Saut, sejak 5 Oktober 2017, KPK melakukan penyelidikan baru untuk pengembangan perkara e-KTP.
Dalam proses penyelidikan, KPK telah meminta keterangan sejumlah pihak dan mengumpulkan bukti-bukti yang relevan.
(Baca juga : Setya Novanto Tersangka Lagi, Ini 13 Fakta yang Terungkap di Pengadilan)
Pada penyelidikan ini, KPK juga memanggil Novanto sebanyak dua kali, yaitu pada 13 Oktober dan 18 Oktober 2017.
Akan tetapi, Novanto tidak dapat hadir dengan alasan ada pelaksanaan tugas kedinasan.
"Dalam proses penyelidikan tersebut juga telah disampaikan permintaan keterangan terhadap saudara SN sebanyak dua kali. Namun, yang bersangkutan tidak hadir," kata Saut, dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (10/11/2017).
Pada 31 Oktober, KPK menerbitkan surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) tersangka Setya Novanto.
(Baca juga : Ini Kata Setya Novanto Setelah Ditetapkan Jadi Tersangka)
Akhirnya pada Jumat (10/11/2017), KPK resmi mengumumkan siapa pasien barunya di kasus e-KTP. Tersangkanya adalah Setya Novanto.
"Setelah proses penyelidikan dan terdapat bukti permulaan yang cukup dan melakukan gelar perkara akhir Oktober 2017, KPK menerbitkan surat perintah penyidikan pada 31 Oktober 2017 atas nama tersangka SN, anggota DPR RI," kata Saut Situmorang, salah satu pimpinan KPK.
Dalam kasus ini, Novanto disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 Subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
KPK menduga, Novanto bersama sejumlah pihakmenguntungkan diri sendiri, orang lain, atau korporasi, pada proyek e-KTP.
Adapun, sejumlah pihak itu antara lain Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudihardjo, pengusaha Andi Agustinus atau Andi Narogong, dua mantan Pejabat Kemendagri Irman dan Sugiharto.
Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan saat menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar.
Diduga akibat perbuatannya bersama sejumlah pihak tersebut, negara dirugikan Rp 2,3 triliun pada proyek senilai Rp 5,9 triliun tersebut.