JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan, pihaknya sedang menangani kasus dugaan pungli pada penerimaan calon pegawai negeri sipil kementeriannya yang terjadi di Provinsi Papua.
"Yang di Papua, ada oknum dan itu sedang ditangani sekarang dan itu diselesaikan," kata Yasonna dalam jumpa pers di kantor Dirjen Imigrasi, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Kamis (9/11/2017).
Yasonna menyatakan, sejak awal proses seleksi CPNS pihaknya sudah mengumumkan kepada masyarakat untuk tidak mempercayai calo karena proses seleksi berlangsung transparan.
"Jadi, kalau soal Papua ada orang-orang, oknum yang kami tidak dapat cegah. Orang-orang luar yang mengatakan, mana uangmu, nanti kamu lulus. Ya sudah biar saja, biar dia (pelakunya) rasakan nanti," ujar Yasonna.
Baca juga: 17.521 Orang Lulus Seleksi CPNS Kemenkumham
Proses penerimaan CPNS di Papua dan Papua Barat, menurutnya, menggunakan kebijakan affirmative action.
Kebijakan ini dapat diartikan bertujuan agar kelompok atau golongan tertentu (jender ataupun profesi) memperoleh peluang yang setara dengan kelompok atau golongan lain dalam bidang yang sama.
Yasonna mengatakan, kebijakan affirmative action itu diambil agar warga Papua bisa mendapat kesempatan dalam mengikuti CPNS.
"Tanpa itu nanti, saudara-saudara kita di Papua tidak bisa mendapat kesempatan. Memang kita buat affirmative action untuk itu. Itu keputusan kita resmi dengan Kemenpan," ujar Yasonna.
Warga Jalan Serui, Kecamatan Abepura, Kota Jayapura, bernama Lauria Mambraku sebelumnya melaporkan oknum pegawai Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Papua berinisial SS ke instansinya bertugas.
SS dilaporkan terkait dugaan pungutan liar (pungli) pada penerimaan CPNS.
“Ketika penerimaan CPNS Kemenkumham kemarin, anak saya bersama kerabatnya ikut tes. Saat itu kami menghubungi pegawai Kemenkumham untuk membantu proses penerimaan CPNS. Lalu oknum yang bersangkutan menawarkan Rp 150 juta dengan jaminan lulus,” ungkap Lauria Mambraku di Kota Jayapura, Selasa (7/11/2017).
Saat itu, sambung Lauria, dirinya tidak mengindahkan permintaan oknum Kemenkumham. Sementara kerabatnya melakukan penawaran dengan memberikan uang Rp 25 juta.
“Saat itu oknum SS bilang, ok saya terima. Tetapi itu untuk DP (down payment) atau uang muka,” ungkapnya.
Tak lama berselang, oknum SS menghubunginya dengan meminta Rp 80 juta. Lantaran uang tidak ada, anaknya pun mengikuti tes dengan jalur semana mestinya.
“Lantaran saya tidak mau memberi, oknum SS menawarkan saya Rp 50 juta, dengan janji main di SK. Akan tetapi, kerabatnya memberikan uang Rp 25 juta pada 3 September lalu,” ucapnya.
Laura meminta oknum pegawai Kemenkumham itu diproses dan dipecat. Hal tersebut penting untuk memberikan efek jera bagi pegawai lainnya.
Kepala Divisi Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM Papua Sarlotha M mengatakan telah menerima laporan dari pelapor terkait adanya dugaan pungli penerimaan CPNS di Kemenkumham.
“Kami telah membentuk tim untuk menelusuri dugaan pungli pada penerimaan CPNS Kemenkumham. Kami akan melakukan pemeriksaan terhadap oknum SS pada hari ini, untuk membuktikan benar tidaknya praktik pungli itu,” ungkapnya saat sidak ke Lapas Klas II A Abepura, Selasa (7/11/2017).
Sarlotha menegaskan, sanksi terhadap oknum yang melakukan pungli akan ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan tim saber pungli Kemenkumham.
“Hukuman terberat bisa saja dikenakan pemecatan. Prinsipnya kami siap untuk menindaklanjuti kasus ini. Sudah menjadi komitmen untuk memberantas segala tindak pungli di instansi kami,” katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.