JAKARTA, KOMPAS.com — Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Musa Zainuddin, menyampaikan nota pembelaan sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (8/11/2017).
Dalam persidangan, mantan anggota Komisi V DPR itu membantah menerima suap.
Musa tetap tidak mau mengakui menerima uang Rp 7 miliar terkait proyek di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Bahkan, Musa menangis saat membacakan pleidoi di hadapan hakim.
"Yang saya tidak mengerti, kenapa jaksa berspekulasi untuk menjerat saya. Apakah jaksa gelap mata untuk menjerat saya?" kata Musa saat membacakan pleidoi.
Baca: Politisi PKB Musa Zainuddin Dituntut Bayar Uang Pengganti Rp 7 Miliar
Menurut Musa, tuntutan yang diajukan jaksa terhadapnya terlalu berat. Ia menilai, dalil yang disampaikan jaksa dalam surat dakwaan tidak terbukti selama persidangan.
Musa mengatakan, tuntutan jaksa tanpa didasari barang bukti dan keterangan saksi yang kuat.
Anggota DPR dari daerah pemilihan Lampung tersebut beberapa kali menangis dan berhenti beberapa saat sebelum melanjutkan pembacaan pleidoi.
Hingga akhir pembacaan pleidoi, Musa tidak sedikit pun mengakui perbuatan dan merasa menyesal.
"Sebagai warga negara, saya bangga dan mendukung penegakan hukum yang bersih. Namun, dengan pengalaman saya di persidangan, begitu mudah jaksa merangkai cerita tanpa fakta yang jelas dan tak berimbang," kata Musa.
Baca: Politisi PKB Musa Zainuddin Dituntut 12 Tahun Penjara
Sebelumnya, Musa dituntut 12 tahun penjara dan dituntut membayar denda Rp 1 miliar.
Dalam pertimbangannya, jaksa menilai perbuatan Musa tidak mendukung pemerintah dalam memberantas korupsi.
Perbuatan Musa dianggap meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap anggota DPR.
Perbuatan Musa juga dinilai berakibat masif, yakni menyangkut pemerataan penyediaan infrastruktur penunjang untuk meningkatkan ekonomi rakyat, khususnya di Indonesia timur.
Selain itu, Musa juga dinilai tidak bersikap jujur dan tidak kooperatif. Perbuatannya dinilai merusak check and balances antara legislatif dan eksekutif.
Musa dinilai jaksa terbukti menerima suap Rp 7 miliar terkait proyek di bawah Kementerian PUPR.
Menurut jaksa, uang Rp 7 miliar itu diberikan agar Musa selaku anggota Komisi V DPR mengusulkan program tambahan belanja prioritas dalam proyek pembangunan jalan di wilayah Balai Pelaksana Jalan Nasional IX Maluku dan Maluku Utara.
Selain itu, agar PT Windhu Tunggal Utama dan PT Cahaya Mas Perkasa dapat ditunjuk sebagai pelaksana proyek-proyek tersebut.