Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sidang MK, Warga Ahmadiyah Ungkap Sulitnya Hidup dengan Stigma Sesat

Kompas.com - 07/11/2017, 23:07 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Hajar Ummu Fatikh meneteskan air mata saat menceritakan betapa sulitnya hidup sebagai warga Ahmadiyah yang dituduh melakukan penodaan agama hingga distigma sesat.

Meski usianya terbilang muda, mahasiswi berusia 20 tahun itu memberanikan diri bersaksi dalam sidang uji materi atas Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, (7/11/2017).

"Saya masih mahasiswa. Tapi saya memberanikan diri untuk bersaksi memberikan keterangan tentang kerugian hak konstitutional yang kami alami di Gemuh, Jawa Tengah," ucap Fatikh.

"Karena kami dituduh melakukan penodaan agama, sehingga distigma sesat. Padahal kami tidak melakukan penodaan agama, tidak mengganggu dan memusuhi kelompok lain. Yang kami lakukan di masjid hanya beribadah sesuai keyakinan agama kami yaitu Islam," ujar dia.

(Baca juga: Di Sidang MK, Peneliti LIPI Nilai Ahmadiyah Tak Bisa Dianggap Sesat)

Fatikh mengungkapkan, pada Mei 2016 massa tak dikenal menghancurkan masjid Al Kautsar. Masjid tersebut merupakan rumah ibadah milik warga Ahmadiyah yang berdomisili di Kecamatan Gemuh, Kabupaten Kendal, Provinsi Jawa Tengah.

Masjid Al Kautsar mulai dibangun pada 2004 setelah warga mengantongi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Kepala Desa.

Namun, pada 2012, sekelompok orang bersama perangkat desa menyuruh warga menghentikan pembangunan masjid.

Fatikh mengaku ayahnya sempat ditangkap saat hendak menunaikan shalat maghrib dengan alasan diamankan karena jiwanya terancam.

Di Mapolres, ayahnya disuruh untuk menandatangani surat yang isinya tidak akan melanjutkan pembangunan masjid dan melakukan kegiatan ibadah lainnya seperti shalat serta mengaji, oleh Kepala Satpol PP.

"Tentu saja beliau menolak karena itu merupakan hak setiap manusia untuk menyembah Tuhannya. Di sana beliau digertak, dibentak dan diancam. Tapi hal tersebut tak menyurutkan niat beliau begitu juga kami untuk terus beribadah di mesjid. Tahun 2012-2016 kami ibadah di masjid bagian belakang," tutur Fatikh.

Tindakan diskriminasi dan kekerasan tidak berhenti sampai perusakan masjid. Kelompok yang tak sepaham dengan warga Ahmadiyah menolak untuk diajak berdialog terkait persoalan tersebut.

Bahkan, kata Fatikh, warga Ahmadiyah tidak diberikan kesempatan berbicara dalam forum yang diselenggarakan oleh FKUP Kendal.

Di akhir keterangannya, Fatikh meminta majelis hakim Mahkamah Konstitusi memulihkan hak konstitusional seluruh warga Ahmadiyah.

"Saya membaca UUD 1945 yang menyatakan negara melindungi hak setiap warga negara untuk beribadah. Tetapi sampai sekarang hal itu tidak kami rasakan. Kami tidak bisa beribadah dengan tenang. Kami selalu dihalangi dalam membangun masjid, padahal masjid kami bangun dengan dana sendiri," ucapnya.

"Melalui forum ini kami berharap Yang Mulia, majelis hakim Mahkamah Konstitusi dapat memulihkan hak konstitutional kami dan memberikan jaminan tegaknya konstitusi," kata Fatikh.

(Baca juga: Komnas HAM: PNPS Penodaan Agama Melanggar HAM Warga Ahmadiyah)

Sebelumnya, sembilan anggota Jemaah Ahmadiyah Indonesia dari berbagai daerah mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Penodaan Agama ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurut mereka, ketentuan berlakunya Pasal 1, 2, dan 3 Undang-Undang Nomor 1 PNPS (Penetapan Presiden) tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (P3A/Penodaan Agama) telah merugikan hak konstitusional sebagai warga negara.

Mereka berpandangan, pasal-pasal tersebut bisa ditafsirkan sangat luas. Selanjutnya, pasal tersebut menjadi dasar dari pembuatan Surat Keputusan Bersama terkait dengan keberadaan Jamaah Ahmadiyah (SKB Ahmadiyah) dan SKB tersebut menjadi rujukan bagi pemerintah daerah menetapkan aturan.

Untuk diketahui, sebagai organisasi yang berbadan hukum, JAI telah disahkan dengan surat Keputusan Menteri Kehakiman RI tanggal 13 Maret1953 Nomor J.A. 5/23/13 dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI Nomor 26 tanggal 31 Maret 1953.

Hingga kini badan hukum tersebut masih diakui dan tidak ada satu pun Putusan Pengadilan yang membatalkan dan/atau mencabut status tersebut.

Kompas TV Komnas HAM meminta pemerintah memberi wadah kepada jemaah Ahmadiyah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Nasional
MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

Nasional
Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Nasional
Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

Nasional
Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

Nasional
Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Nasional
Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Nasional
Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Nasional
Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com