Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan MK Membuat Eksistensi Penghayat Kepercayaan Diakui Negara

Kompas.com - 07/11/2017, 18:57 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Sosiolog Universitas Indonesia  Thamrin Amal Tomagola mengapresiasi keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan uji materi terkait aturan pengosongan kolom agama pada kartu keluarga dan kartu tanda penduduk. 

Melalui putusan MK ini, eksistensi penghayat kepercayaan diakui negara.

"Bagus itu. Saya senang sekali sama Arief Hidayat  karena kalimatnya bagus sekali. Agama impor kita akui, masa agama leluhur tidak kita akui. Benar itu," kata Thamrin ketika ditemui seusai diskusi di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa (7/11/2017).

Menurut Thamrin, sebenarnya tidak ada kata "pengakuan" dalam Undang-Undang Administrasi Kependudukan.

Tak ada ketentuan dalam UU yang menyatakan bahwa negara mengakui enam agama yang ada di Indonesia. Pengakuan enam agama hanya keterangan yang ada pada salah satu ayat.

Baca juga: MK: Kolom Agama di KTP dan KK Dapat Ditulis Penghayat Kepercayaan

"Jadi, kemudian orang membodohi orang lain, membodohi publik bahwa seakan-akan hanya enam agama itu yang diakui oleh undang-undang. Enggak benar. Jadi, langkah MK itu bagus sekali," ujar Thamrin.

Menurut Thamrin, akan ada perubahan sosial di masyarakat setelah eksistensi penghayat kepercayaan diakui negara.

Perubahan itu terutama tentang status dan hak sipil warga negara penghayat kepercayaan.

"Mereka diakui dan kemudian dia bikin KTP. Selama ini, kan, mereka tidak punya KTP sehingga tidak bisa mengurus kartu pintar, enggak bisa mengurus kartu kesehatan, enggak bisa BPJS," ujar Thamrin.

"Sekarang mereka bisa sama dengan warga lain yang punya KTP. Saya kira itu langkah kemajuan bagus," lanjutnya.

Baca:MK: Negara Wajib Lindungi dan Jamin Hak Penghayat Kepercayaan

Adapun dukungan terhadap pemerintah kemungkinan besar akan bertambah setelah adanya pengakuan hak-hak sipil warga negara penghayat kepercayaan tersebut.

"Mereka pasti akan makin mendukung ke mainstream yang NKRI, dan Pancasila," kata Thamrin.

Thamrin mengatakan, bisa saja ada penolakan masyarakat terhadap putusan MK. 

"Penolakan dari masyarakat bisa saja, tetapi negara akan menunjukkan putusan MK. MK tertinggi negeri ini sudah bilang begini, ya semua warga negara harus tunduk karena putusan MK itu mengikat dan tidak bisa ditinjau kembali," katanya.

Jika ada tindakan diskriminatif, penghayat kepercayaan bisa melaporkan hal itu kepada aparatur pemerintahan. 

"Setiap kali mereka dikucilkan, mereka bisa lapor bupati, wali kota; Saya warga negara, lho. Punya KTP. Kok saya diperlakukan begini?" ujar Thamrin.

"Selama ini, mereka diam dan tidak bisa protes. Sekarang mereka bisa protes. Mereka sekarang bisa stand up and speak up," katanya.

Baca juga: MK: Hak Penganut Kepercayaan Setara dengan Pemeluk 6 Agama

MK mengabulkan permohonan uji materi terkait aturan pengosongan kolom agama pada KK dan KTP.

Hal itu diatur dalam Pasal 61 Ayat (1) dan (2), serta Pasal 64 Ayat (1) dan (5) UU No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan juncto UU No 24 Tahun 2013 tentang UU tentang Administrasi Kependudukan.

Uji materi diajukan Nggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnol Purba, dan Carlim dengan nomor perkara 97/PUU-XIV/2016.

Dalam putusannya, Majelis Hakim berpendapat bahwa kata “agama” dalam Pasal 61 Ayat (1) dan Pasal 64 Ayat (1) bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk penganut aliran kepercayaan.

Artinya, penganut aliran kepercayaan memiliki kedudukan hukum yang sama dengan pemeluk enam agama yang telah diakui pemerintah dalam memperoleh hak terkait administrasi kependudukan.

"Majelis Hakim mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya. Kedua, menyatakan kata 'agama' dalam Pasal 61 Ayat (1) dan Pasal 64 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk aliran kepercayaan," ujar Ketua MK Arief Hidayat saat membacakan putusan pada sidang di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2017).

Kompas TV Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan, jemaah Ahmadiyah memang dilarang menyebarluaskan ajarannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Sejarah Hari Bhakti Pemasyarakatan 27 April

Nasional
Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 26 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Golkar Ungkap Faktor Keadilan Jadi Rumusan Prabowo Bentuk Komposisi Kabinet

Nasional
Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Soal Gugatan PDI-P ke PTUN, Pakar Angkat Contoh Kasus Mulan Jameela

Nasional
Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Prabowo: Kami Akan Komunikasi dengan Semua Unsur untuk Bangun Koalisi Kuat

Nasional
PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

PDI-P Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda, KPU: Pasca-MK Tak Ada Pengadilan Lagi

Nasional
Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Sedang di Yogyakarta, Ganjar Belum Terima Undangan Penetapan Prabowo-Gibran dari KPU

Nasional
Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Pakar Nilai Gugatan PDI-P ke PTUN Sulit Dikabulkan, Ini Alasannya

Nasional
Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Airlangga Klaim Pasar Respons Positif Putusan MK, Investor Dapat Kepastian

Nasional
PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

PDI-P Sebut Proses di PTUN Berjalan, Airlangga Ingatkan Putusan MK Final dan Mengikat

Nasional
Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Golkar Belum Mau Bahas Jatah Menteri, Airlangga: Tunggu Penetapan KPU

Nasional
Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Prabowo: Kami Berhasil di MK, Sekarang Saatnya Kita Bersatu Kembali

Nasional
Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Kepala BNPT: Waspada Perkembangan Ideologi di Bawah Permukaan

Nasional
KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

KPK Dalami 2 LHKPN yang Laporkan Kepemilikan Aset Kripto, Nilainya Miliaran Rupiah

Nasional
Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Pertamina dan Polri Jalin Kerja Sama dalam Publikasi untuk Edukasi Masyarakat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com