Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Sidang MK, Peneliti LIPI Nilai Ahmadiyah Tak Bisa Dianggap Sesat

Kompas.com - 07/11/2017, 18:10 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Peneliti kemasyarakatan dan kebudayaan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ahmad Najib Burhani, berpendapat, tidak tepat jika warga Jemaah Ahmadiyah disebut sebagai kelompok aliran sesat.

Menurut Ahmad, ada kesalahpahaman dari umat Islam non-Ahmadiyah dalam melihat ajaran Ahmadiyah sehingga menimbulkan prasangka dan tuduhan yang tidak benar terhadap komunitas tersebut.

"Saya sudah mengkaji dan meneliti tentang Ahmadiyah ini bukan hanya dalam hitungan hari atau minggu atau bulan, tapi sudah beberapa tahun," ujar Ahmad saat memberikan keterangan ahli dalam sidang uji materi atas Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, (7/11/2017).

"Berdasarkan pengalaman itu, saya ingin menunjukkan beberapa hal yang kurang pas dalam pandangan kita selama ini terhadap Ahmadiyah, kesalahpahaman saya terutama, sebagai bagian dari umat Islam non-Ahmadiyah. Kesalahpahaman yang sering melahirkan prejudice (prasangka) dan tuduhan terhadap komunitas ini," tuturnya.

(Baca juga: Sidang MK, YLBHI Nilai Negara Lalai Lindungi Hak Asasi Warga Ahmadiyah)

Wakil Ketua Majelis Pustaka dan Informasi PP Muhammadiyah itu mengungkapkan, warga Ahmadiyah sering dituduh memiliki tempat ibadah haji sendiri yang berbeda dari umat Islam lain, yaitu di Qadian, India.

Namun, di sisi lain, ketika orang Ahmadiyah hendak melaksanakan rukun Islam kelima, berhaji ke Baitullah di Mekkah, ada pihak-pihak yang justru menghambat pendaftaran mereka.

Sementara itu, menurut Ahmad, Qadian bukanlah tempat berhaji. Berkunjung ke tempat ini juga tidak dianggap sebagai ibadah pengganti haji.

Terkait kitab suci, Ahmad mengatakan, sejauh penelitian yang ia lakukan, warga Ahmadiyah menganggap Al Quran sebagai kitab suci yang menjadi rujukan.

"Saya sudah membaca buku-buku Ahmadiyah, tidak ada yang menyebutkan kitab sucinya adalah Tazkirah. Saya datang ke rumah-rumah dan masjid-masjid Ahmadiyah, yang saya temukan adalah Al Quran, bukan Tazkirah," kata Ahmad.

Ahmad juga mengungkapkan tentang keyakinan Ahmadiyah mengenai Mirza Ghulam Ahmad. Menurut dia, sanjungan dan pujian terhadap Ghulam Ahmad tidak lebih tinggi dari Nabi Muhammad.

(Baca juga: Warga Ahmadiyah Manislor Alami Kekerasan dan Diskriminasi Berlapis)

Pelang penyegelan yang dipasang Pemerintah Kota Depok terhadap Masjid Al Hidayah di Jalan Muchtar Raya, Sawangan, Depok, Senin (5/6/2017). Masjid Al Hidayah adalah masjid yang menjadi pusat kegiatan jamaah Ahmadiyah di Kota Depok.Kompas.com/Alsadad Rudi Pelang penyegelan yang dipasang Pemerintah Kota Depok terhadap Masjid Al Hidayah di Jalan Muchtar Raya, Sawangan, Depok, Senin (5/6/2017). Masjid Al Hidayah adalah masjid yang menjadi pusat kegiatan jamaah Ahmadiyah di Kota Depok.
Bahkan, ia mengumpamakan ziarah warga Ahmadiyah ke makam Ghulam Ahmad sama dengan ziarah yang dilakukan warga NU ke makam presiden keempat RI yang juga tokoh NU, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

"Saya datang ke kamar tempat Ghulam Ahmad dilahirkan, kamar tempat ia sering berdoa, kamar tempatnya sering menghabiskan waktu untuk menulis. Saya ikut shalat di Masjid Mubarak dan Masjid Al Aqsa yang cukup keramat dan bersejarah bagi warga Ahmadiyah. Saya mengamati, apakah orang Ahmadiyah telah menempatkan Ghulam Ahmad lebih tinggi dari Nabi Muhammad? Apakah Ghulam Ahmad disanjung lebih tinggi dari Nabi Muhammad? Setahu saya, itu tidak terjadi. Sanjungan dan pujian yang dilakukan di tempat-tempat itu adalah kepada Nabi Muhammad," ujarnya.

Ahmad pun menilai keyakinan yang dijalankan warga Ahmadiyah merupakan bentuk penafsiran terhadap ajaran agama Islam.

Upaya penafsiran suatu ajaran, kata Ahmad, tidak bisa dilihat sebagai bentuk penodaan terhadap agama Islam.

Oleh sebab itu, ia meminta Mahkamah Konstitusi memberikan penafsiran konstitusional bersyarat yang jelas terhadap Pasal 1, 2, dan 3 dalam Undang-Undang Nomor 1/PNPS/1965 yang dijadikan dasar terbitnya SKB Tiga Menteri tentang Peringatan dan Perintah kepada Penganut, Anggota, dan/atau Anggota Pengurus JAI.

"Perbedaan penafsiran tidak bisa dimaknai sebagai penodaan. Terus terang, jika ternyata Ahmadiyah itu sesat, maka tidak usah dilarang pun mereka akan hancur sendiri. Tanpa SKB atau regulasi lain, Ahmadiyah pasti ditinggalkan orang jika ternyata kelompok ini memang sesat," ujar Ahmad.

(Baca juga: Komnas HAM: PNPS Penodaan Agama Melanggar HAM Warga Ahmadiyah)

Sebelumnya, sembilan anggota Jemaah Ahmadiyah Indonesia dari sejumlah daerah mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Penodaan Agama ke Mahkamah Konstitusi.

Menurut mereka, ketentuan berlakunya Pasal 1, 2, dan 3 Undang-Undang Nomor 1 PNPS (Penetapan Presiden) Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (P3A/Penodaan Agama) telah merugikan hak konstitusional sebagai warga negara.

Mereka berpandangan, pasal-pasal tersebut bisa ditafsirkan sangat luas. Selanjutnya, pasal tersebut menjadi dasar dari pembuatan Surat Keputusan Bersama terkait dengan keberadaan Jamaah Ahmadiyah (SKB Ahmadiyah) dan SKB tersebut menjadi rujukan bagi pemerintah daerah menetapkan aturan.

Untuk diketahui, sebagai organisasi yang berbadan hukum, JAI telah disahkan dengan surat Keputusan Menteri Kehakiman RI tanggal 13 Maret1953 Nomor J.A. 5/23/13 dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI Nomor 26 tanggal 31 Maret 1953.

Hingga kini Badan hukum tersebut masih diakui dan tidak ada satu pun Putusan Pengadilan yang membatalkan dan/atau mencabut status tersebut.

Kompas TV Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan, jemaah Ahmadiyah memang dilarang menyebarluaskan ajarannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Komisi II Sebut 'Presidential Threshold' Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Komisi II Sebut "Presidential Threshold" Jadi Target Rencana Revisi UU Pemilu

Nasional
Prabowo Nyanyi 'Pertemuan' di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Prabowo Nyanyi "Pertemuan" di Depan Titiek Soeharto: Sudah Presiden Terpilih, Harus Tepuk Tangan walau Suara Jelek

Nasional
Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Fraksi Golkar Bakal Dalami Usulan Hakim MK soal RUU Pemilu dan Pembentukan UU Lembaga Kepresidenan

Nasional
Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Politikus Senior PDI-P Tumbu Saraswati Meninggal Dunia, Penghormatan Terakhir di Sekolah Partai

Nasional
Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Bubar Jalan dan Merapat ke Prabowo, Koalisi Perubahan Dinilai Hanya Jual Gimik Narasi Kritis

Nasional
Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Ucapkan Selamat ke Prabowo-Gibran, PPP: Tak Ada Lagi Koalisi 01 dan 03

Nasional
CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

CSIS: Pemilu 2024 Hasilkan Anggota DPR Muda Paling Minim Sepanjang Sejarah sejak 1999

Nasional
PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

PPATK Koordinasi ke Kejagung Terkait Aliran Dana Harvey Moeis di Kasus Korupsi Timah

Nasional
Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Prabowo-Titiek Soeharto Hadiri Acara Ulang Tahun Istri Wismoyo Arismunandar, Ada Wiranto-Hendropriyono

Nasional
Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Banyak Catatan, DPR Dorong Revisi UU Pemilu Awal Periode 2024-2029

Nasional
Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Pakar Ragu UU Lembaga Kepresidenan Terwujud jika Tak Ada Oposisi

Nasional
Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam atas Inisiatif Prabowo

Istana Sebut Pertemuan Jokowi dan Prabowo-Gibran Semalam atas Inisiatif Prabowo

Nasional
Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Presiden Jokowi Ucapkan Selamat Saat Bertemu Prabowo Semalam

Nasional
Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Jokowi Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk RAPBN 2025

Nasional
CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

CSIS: Mayoritas Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com