JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto mengakui bahwa hukum yang digunakan di Indonesia pada saat ini tidak mampu mengikuti perkembangan masyarakat yang dinamis.
Hal tersebut disampaikannya dalam kata sambutan di acara bedah buku Rekonstruksi Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan, karangan Romli Atmasasmita, pada Selasa (7/11/2017).
Dalam kesempatan itu, Wiranto juga menyinggung mengenai hukum yang mengatur pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat.
Wiranto mengatakan, saat ini ada tuntutan yang berkembang dari masyarakat agar pemerintah menindak para pelaku pelanggaran HAM berat.
(Baca juga : Tiga Rekomendasi Kontras dalam Penuntasan Kasus Pelanggaran HAM Berat)
Dia menegaskan, sampai saat ini Indonesia belum mengenal adanya pelanggaran HAM berat sebab tidak ada kriteria pidana tersebut.
Pun tidak ada undang-undang yang mengatur tentang peradilan HAM berat.
"Tetapi sebenarnya ada satu hal yang sangat menyedihkan. Belum punya undang-undang, tetapi harus menjalani tuduhan itu," kata Wiranto.
Lebih lanjut dia mengakui bahwa dirinya kesulitan menghadapi desakan para aktivis untuk penyelesaian pelanggaran HAM berat.
Misalnya, kata dia, penembak misterius (Petrus) tahun 1982 pada masa orde Soeharto yang menurut aktivis menjadi utang pemerintah untuk diselesaikan.
"Saya katakan itu yang menembak udah meninggal, yang menyuruh juga sudah meninggal," katanya disambut riuh peserta bedah buku.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.