Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Salah Kaprah Surat DPR Untuk KPK Terkait Pemanggilan Novanto

Kompas.com - 06/11/2017, 18:15 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Sekolah Tinggi Hukum Jentera Bivitri Susanti mengungkap adanya kesalahan membaca peraturan perundang-undangan sebagai dasar surat dari Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR  ke Komisi Pemberantasan Korupsi terkait pemanggilan Ketua DPR Setya Novanto.

Dalam surat tersebut, DPR menyebut pemanggilan Setya Novanto harus seizin presiden.

DPR menyertakan ketentuan Pasal 245 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) dan Putusan MK Nomor 76/PUU-XII/2014 tanggal 22 September 2015.

Pasal 245 Ayat (1) UU MD3 menyebutkan, pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Mahkamah Kehormatan Dewan.

(Baca: Dimintai Izin Presiden untuk Panggil Setya Novanto, Ini Tanggapan KPK)

Sementara itu, dalam putusan MK Nomor 76/PUU-XII/2014, pemanggilan dan permintaan keterangan untuk penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden.

Bivitri menjelaskan, dua ketentuan tersebut tidak relevan dijadikan alasan Novanto karena dia dipanggil untuk diperiksa sebagai saksi, bukan sebagai anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana.

"Sepertinya Sekjen DPR kurang cermat membaca Pasal 245 Ayat 1 itu karena alasannya berbeda. Pasal 245 dan Putusan MK yang dijadikan acuan Setjen itu adalah apabila anggota DPR dipanggil untuk tujuan penyidikan," ujar Bivitri saat dihubungi, Senin (6/11/2017). 

Oleh karena itu, kata Bivitri, dua peraturan tersebut tidak bisa dijadikan dasar Novanto menolak panggilan pemeriksaan KPK.

(Baca juga : Akankah KPK Panggil Paksa Setya Novanto?)

 

Oleh sebab itu, KPK tidak memerlukan izin Presiden untuk memeriksa Novanto.

"KPK tidak memerlukan izin Presiden untuk memeriksa Novanto sebab dua aturan hukum itu tidak bisa dijadikan dasar," kata Bivitri.

Peraturan perundang-undangan itu diperkuat dengan Pasal 245 Ayat (3) huruf c UU MD3 yang menyebut ketentuan pada Ayat (1) tidak berlaku terhadap anggota DPR yang disangka melakukan tindak pidana khusus.

"Jadi, kalau SN dipanggil untuk penyidikan (sebagai tersangka), pasal itu bisa berlaku. Tapi tetap saja, karena ini tipikor yang masuk kategori pidana khusus, tetap tidak applicable," ucapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Nasional
MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

Nasional
Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Nasional
Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

Dua Menteri PDI-P Tak Hadiri Bukber Bareng Jokowi, Azwar Anas Sebut Tak Terkait Politik

Nasional
Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

Tak Cuma Demokrat, Airlangga Ungkap Banyak Kader Golkar Siap Tempati Posisi Menteri

Nasional
Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Menko Polhukam Pastikan Pengamanan Rangkaian Perayaan Paskah di Indonesia

Nasional
Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Enam Menteri Jokowi, Ketua DPR, Ketua MPR, dan Kapolri Belum Lapor LHKPN

Nasional
Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Soal Pengembalian Uang Rp 40 Juta ke KPK, Nasdem: Nanti Kami Cek

Nasional
Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Kubu Anies-Muhaimin Minta 4 Menteri Dihadirkan Dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com