Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Aturan Terkait Putusan DKPP dalam UU Pemilu Digugat ke MK

Kompas.com - 06/11/2017, 13:40 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Aturan dalam UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu terkait putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) digugat ke Mahkamah Konstitusi.

Uji materi itu diajukan mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara, Hermansyah Pagala dan mantan anggota KPUD Konawe Asran Lasahari.

Mereka mengajukan gugatan uji materi pasal 458 ayat (13) dan (14) UU Pemilu.

Pasal 458 ayat (13) UU Pemilu menyatakan putusan DKPP bersifat final dan mengikat.

Sementara pasal 458 (14) menyebut penyelenggara pemilu wajib melaksanakan putusan DKPP.

Kuasa hukum pemohon, Abdul Haris mengatakan, substansi pasal tersebut berpotensi menimbulkan ketidakjelasan dan ketidakpastian hukum.

Pasal tersebut dianggap tidak sejalan dengan putusan MK Nomor Nomor 31/PUU-XI/2013 tanggal 3 April 2013 yang menyatakan putusan DKPP yang bersifat final dan mengikat sebagaimana diatur dalam UU pemilu yang lama, yakni UU No. 15 tahun 2011, dapat menimbulkan ketidakpastian hukum.

Abdul menuturkan frasa "bersifat final dan mengikat" atas putusan DKPP tidak dapat disamakan dengan putusan lembaga peradilan yang final dan mengikat secara hukum.

Dengan demikian, Abdul meminta MK membatalkan pasal 458 ayat (13) dan (14) UU Pemilu karena bersifat multitafsir atau memberi tafsir yang jelas terhadap kedua ayat tersebut.

"Berdasarakan uraian tersebut para pemohon meminta kepada majelis hakim MK untuk menyatakan materi muatan pasal 458 sepanjang frasa 'final dan mengikat' tidak mempunyai kekuatan hukum," ujar Abdul saat membacakan permohonan gugatan dalam sidang dengan agenda pemeriksaan pendahuluan di gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (6/11/2017).

"Atau, apabila MK memiliki pendapat lain, MK perlu menegaskan bahwa putusan final dan mengikat DKPP tidak sama dengan putusan final dan mengikat lembaga peradilan pada umumnya," tambah dia.

Dalam gugatan, Abdul memaparkan kasus yang dialami oleh Hermansyah Pagala dan Asran Lasahari.

Hermansyah dan Asran dipecat KPU Provinsi Sulawesi Tenggara setelah ada putusan sidang DKPP.

Keduanya dinyatakan terbukti melanggar kode etik terkait tuduhan menerima uang dari calon pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2014.

Karena tidak terima, keduanya mengajukan gugatan atas putusan DKPP itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kendari.

Putusan pengadilan hingga tingkat kasasi di MA memenangkan gugatan Hermansyah dan Asran.

Namun, menurut Abdul, meski kliennya memenangkan gugatan, pihak KPU Provinsi enggan mengembalikan jabatan Hermansyah karena mengacu pada putusan DKPP.

"Bahwa secara konkret para pemohon seharusnya masih menjadi ketua dan anggota KPU Kabupaten Konawe hingga tahun 2018. Namun, hingga permohonan ini diajukan, para pemohon tidak juga mendapatkan kembali kedudukan dan jabatannya karena berlaku pasal 458 ayat (13) dan (14) UU Pemilu, sehingga para pemohon telah kehilangam hak atas jaminan dan kepastian hukum," kata Abdul.

Sidang pemeriksaan pendahuluan uji materi pasal 458 ayat (13) dan (14) UU Pemilu tersebut dipimpin oleh hakim MK Anwar Usman, Saldi Isra dan Maria Farida.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Menteri ESDM Pastikan Divestasi Saham PT Freeport Akan Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak Hingga 2061

Nasional
Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Kata Bahlil Usai Terseret dalam Sidang MK Imbas Dampingi Gibran Kampanye di Papua

Nasional
[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

[POPULER NASIONAL] Gugatan Anies dan Ganjar Tak Mustahil Dikabulkan | Harvey Moeis Tersangka Korupsi

Nasional
Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Jaksa KPK Diduga Peras Saksi Rp 3 Miliar

Nasional
Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Soal Perpanjangan Kontrak Shin Tae-yong, Menpora: Prinsipnya Kami Ikuti PSSI

Nasional
Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Soal Potensi Jadi Ketum Golkar, Bahlil: Belum, Kita Lihat Saja Prosesnya

Nasional
Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Tanggal 31 Maret Memperingati Hari Apa?

Nasional
Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Bawaslu Akui Tak Proses Laporan Pelanggaran Jokowi Bagikan Bansos dan Umpatan Prabowo

Nasional
Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami 'Fine-fine' saja, tapi...

Soal Usulan 4 Menteri Dihadirkan di Sidang MK, Kubu Prabowo-Gibran: Kami "Fine-fine" saja, tapi...

Nasional
e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

e-Katalog Disempurnakan LKPP, Menpan-RB Sebut Belanja Produk Dalam Negeri Jadi Indikator RB

Nasional
Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Menteri PDI-P dan Nasdem Tak Hadiri Buka Puasa Bersama Jokowi, Menkominfo: Lagi Ada Tugas di Daerah

Nasional
MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

MK Buka Kans 4 Menteri Jokowi Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Kubu Ganjar-Mahfud Minta MK Hadirkan Sri Mulyani dan Risma di Sidang Sengketa Pilpres

Nasional
4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

4 Jenderal Bagikan Takjil di Jalan, Polri: Wujud Mendekatkan Diri ke Masyarakat

Nasional
Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Berkelakar, Gus Miftah: Saya Curiga Bahlil Jadi Menteri Bukan karena Prestasi, tetapi Lucu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com