JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPR RI Setya Novanto merasa tuduhan bahwa dirinya menerima uang dalam korupsi pengadaan e-KTP adalah fitnah yang kejam.
Hal itu dikatakan Novanto saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (3/11/2017).
Ketua Umum Partai Golkar itu bersaksi untuk terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Dalam persidangan, Ketua Majelis Hakim Jhon Halasan Butarbutar mengonfirmasi soal dugaan penerimaan uang dalam proyek e-KTP.
"Ya ini fitnah yang sangat kejam yang dilakukan pihak-pihak yang selalu menyudutkan saya. Itu tidak benar," ujar Novanto kepada majelis hakim.
Jhon sampai lebih dari tiga kali menanyakan perihal penerimaan uang kepada Setya Novanto.
(baca: Ditanya Apapun di Sidang, Novanto Jawab Tidak Tahu dan Tidak Benar)
Menurut dia, dalam sejumlah persidangan sebelumnya, ada banyak saksi yang menerangkan bahwa Novanto terlibat dalam pengurusan anggaran e-KTP.
Bahkan, dalam fakta persidangan ada yang menerangkan bahwa Novanto memiliki jatah uang korupsi.
"Konon dalam proyek e-KTP ada bagi-bagi uang. Ya wajar saja kalau pengusaha. Tapi ini dikaitkan dengan lembaga Anda. Anda katanya ikut dalam arus perputaran uang?" Kata Jhon.
Meski telah diingatkan sumpah dan berulang kali ditanya pertanyaan yang sama, Novanto tetap mengelak.
(baca: 10 Fakta Sidang soal Peran Setya Novanto dalam Kasus E-KTP)
Ia membantah menerima uang dalam proyek yang merugikan negara Rp 2,3 triliun itu.
Novanto sempat berstatus tersangka kasus e-KTP, namun dibatalkan oleh hakim Praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Namun, KPK memastikan akan kembali menerbitkan surat perintah penyidikan baru untuk kembali menetapkan tersangka.
Novanto diduga ikut mengatur agar anggaran proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun disetujui oleh anggota DPR.
Ia juga campur tangan dalam mengondisikan perusahaan yang menjadi pemenang lelang proyek e-KTP.
Surat tuntutan jaksa menjelaskan bahwa pengusaha Andi Narogong beberapa kali melakukan pertemuan dengan beberapa anggota DPR RI, khususnya Setya Novanto, Muhammad Nazaruddin, dan Ketua Fraksi Partai Demokrat, Anas Urbaningrum.
(baca: Berapa Jatah Setya Novanto dalam Proyek E-KTP?)
Anggota DPR tersebut dianggap representasi Partai Golkar dan Demokrat yang dapat mendorong Komisi II menyetujui anggaran e-KTP.
Setelah beberapa kali pertemuan, disepakati bahwa anggaran e-KTP sebesar Rp 5,9 triliun.
Untuk merealisasikan fee anggota DPR, Andi membuat kesepakatan dengan Novanto, Anas, dan Nazaruddin, tentang rencana penggunaan anggaran.
Dalam kesepakatan itu, sebesar 51 persen anggaran, atau sejumlah Rp 2,662 triliun akan digunakan untuk belanja modal atau belaja rill proyek.
Sementara, sisanya sebesar 49 persen atau sejumlah Rp 2,5 triliun akan dibagikan kepada pejabat Kemendagri 7 persen, dan anggota Komisi II DPR sebesar 5 persen.
(baca: Andi Narogong Berikan Uang untuk Banggar DPR di Ruang Kerja Setya Novanto)
Setya Novanto dan Andi Narogong akan mendapat sebesar 11 persen, atau senilai Rp 574.200.000.000.
Selain itu, kepada Anas dan Nazaruddin sebesar 11 persen, atau jumlah yang sama dengan Novanto.
Kemudian, sisa 15 persen akan diberikan sebagai keuntungan pelaksana pekerjaan atau rekanan.