KOMPAS.com - Hari masih tampak gelap. Kamis (2/11/2017), tepat pukul 05.00, saya mulai bergegas mencari sebuah masjid di Singapura untuk menunaikan salat subuh berjamaah.
Pagi itu, saya berharap bisa bertemu Novel Baswedan, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi yang sedang menjalani pengobatan mata di Singapura.
Dari Google Maps yang sudah saya unduh sebelumnya di Jakarta, jarak dari hotel tempat saya menginap hanya sekitar 2 kilometer, dengan perkiraan untuk jalan kaki sekitar 16 menit.
Sedikit berlari, saya mengikuti rute Google Maps. Sebelumnya sudah saya cek di internet, waktu subuh di Singapura hari itu pukul 05.27. Waktu saya di jalan tidak banyak.
Pagi itu suasana jalan masih lengang, udara terasa segar. Hanya sesekali mobil pribadi dan taksi berseliweran. Toko-toko sepanjang jalan masih tutup. Jalan kaki yang sehat karena situasi seperti itu jarang saya dapatkan di seputaran Jakarta.
Akhirnya, tinggal beberapa jengkal saja lokasi masjid tersebut. Tapi, ups...tibat-tiba Google Maps menunjukkan jalan yang berbeda. Sial, saya tersesat mengikuti Google Maps.
Baca juga : Tim Dokter Tunda Operasi Mata Kiri Novel Baswedan
Kaki sudah mulai pegal dan jika saya paksakan untuk jalan kaki, kemungkinan salat subuh berjamaah sudah selesai. Langkah pintas pun saya ambil. Taksi.....!
Hanya sekitar 5 menit, taksi sudah langsung membawa saya ke depan sebuah masjid. Masjid itu tampak menyatu dengan bangunan lain, jika tidak dari depan, kemungkinan bisa terlewatkan. Alhamdulilah, saya tak terlambat akibat insiden salah peta ini.
Usai menunaikan salat subuh, Novel Baswedan beringsut ke belakang. Saya pun menghampirinya dan memperkenalkan diri.
Novel tampak tersenyum dan dengan ramah melayani pembicaraan. Sosok yang menjadi perbincangan nasional itu tampak kalem, lembut, dan ramah.
Sesaat kemudian, beberapa orang tampak mendekati Novel. Mereka ternyata saling kenal karena kebanyakan dari mereka sama-sama orang Indonesia.
Baca juga : 6 Bulan Kasus Novel Baswedan, Ini Alasan Polisi Belum Temukan Pelaku
Salat subuh berjamaah telah menjadi forum tak resmi bagi Novel dan beberapa warga Indonesia saat itu untuk saling sapa, saling ngobrol, dan menjaga tali silaturahim. Obrolan ringan ke sana ke mari, kebanyakan lebih kepada obrolan seputar Singapura.
Kecuali, pertanyaan yang saya ajukan yang terkait kondisi kesehatan mata Novel Baswedan. Semua orang Indonesia tahu soal mata Novel yang terkena siraman air keras, 11 April 2017 lalu.
Hari itu, Novel bercerita lepas, seolah tanpa beban. Ditingkahi dengan cerita lucu-lucu dan menggembirakan dari rekan-rekan Novel yang datang salat berjamaah di masjid itu.
Novel berkelakar soal rekannya yang terbiasa merokok. "Nanti di Singapura, kamu sudah tak bisa merokok lagi di pinggir jalan, bisa kena denda. Ada hadiahnya lho bagi pelapor. Nanti saya akan laporkan, saya dapat uangnya. Kita bagi dua ya," canda Novel sambil terkekeh.
Berbagai obrolan ringan yang ia lontarkan, tampak bahwa Novel juga belajar banyak bagaimana Singapura mengelola negaranya. Singapura dengan segala disiplinnya, telah membuat Novel lebih merasa aman saat berjalan sendirian di negeri orang.
Apakah tidak takut jika jalan sendiri? Apakah tak khawatir jika ada orang yang membuntuti? Novel tersenyum menggeleng.
Baca juga : Rabu Ini, Novel Baswedan Jalani Pemeriksaan Mata Lanjutan
"Saya selalu jalan kaki tiap hari, paling tidak 7 kilometer tiap hari, paling sering jalan kaki menuju masjid untuk salat berjamaah," kata Novel berbagi tips bugar. Emosi Novel juga tampak terkontrol, tak ada letupan amarah yang ia tunjukkan ketika ditanya soal penyerangan terhadap dirinya.
Ia juga tak mengobral tudingan ke pihak-pihak lain, juga tak menyalahkan pihak lain. Satu-satunya yang menjadi perhatian dia adalah harapan agar segera dibentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) atas kasus yang menimpa dirinya.
Novel mengaku, kini ia sedang menunggu operasi kedua terhadap mata sebelah kirinya.
"Harusnya Oktober, tapi belum bisa dilakukan karena selaputnya belum tumbuh. Syarat bisa dioperasi kalau sudah tumbuh baik. Memang tumbuh, tapi kata dokter tumbuhnya lambat," kata Novel.
Sebagai orang yang sangat "populer" di Indonesia, Novel tampak leluasa berada di Singapura tanpa pengawalan. "Dulu sempat didampingai dari KPK, tapi sekarang setelah sekian lama tidak lagi. Saya mengontak mereka kalau sedang membutuhkan saja," kata Novel.
Hari itu, hari Kamis yang biasanya Novel berusaha menepati puasa sunnah. "Tapi mungkin hari ini saya tidak puasa, keluarga datang menengok," katanya.
Keluarga Novel, istri dan anaknya, hari itu datang berkunjung. Novel sudah merencanakan bepergian bersama keluarganya. Di Singapura, Novel sudah paham tempat-tempat kuliner mana yang menyediakan makanan menarik dan lebih murah.
Baca juga : Diminta Bentuk TGPF Kasus Novel Baswedan, Ini Jawaban Ketua KPK
Usai salat dhuha, kami berpamitan. Novel tampak berjalan diiringi dua orang rekannya menuju apartemen tempat ia menginap. Saya yakin ia aman dikawal rekan-rekannya yang sangat respect dengan perjuangan Novel.
Dari kejauahan, saya memandangi dari belakang sosok penyidik yang khas ini. Penyidik yang tak pernah mengenal kompromi ketika bekerja menelisik kasus-kasus korupsi pejabat di Indonesia, sekalipun itu menyangkut pejabat tinggi yang berpengaruh.
Namun, nama yang telah melebur menjadi simbol perjuangan KPK itu kini berada di puncak penderitaan yang tiada terkira hebatnya. Terus terang, kondisi mata kirinya terus terbayang di pikiran saya. Tak habis pikir, begitu manusia tega untuk menciptakan sengsara.
Tragisnya, kekejaman yang dilakukan oleh penyerang Novel hingga kini belum tersentuh. Usulannya agar segera dibentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) pun tak ditanggapi kata setuju oleh pimpinan KPK.
Tapi, Insya Allah, Novel akan kuat melewati situasi kritis ini. Ia kini tinggal menunggu dua hal "keajaiban": menunggu operasi kedua untuk menyembuhkan matanya yang sebelah kiri serta menunggu dibentuknya TGPF.
Hanya satu yang bisa kita lakukan untuk saat ini: berdoa kepada Allah SWT agar Novel diberi kesehatan. Saya yakin untuk satu hal ini, semua rakyat Indonesia berkenan melakukannya tanpa mengenal suku agama maupun partai politiknya.
Simak bagian berikutnya tentang TGPF dan juga kondisi mata Novel Baswedan di tulisan bagian kedua.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.