JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) mempertanyakan produk persidangan dari proses penanganan dugaan pelanggaran administrasi oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Kepastian mengenai produk persidangan ini dianggap penting karena akan memberikan konsekuensi hukum berbeda bagi KPU.
Komisioner KPU Hasyim Asy'ari yang mewakili KPU sebagai terlapor, menanyakan hal itu kepada majelis sidang.
"Produk dari persidangan ini apa bentuknya? Putusan Bawaslu, Keputusan Bawaslu, atau apa? Kami mengharapkan mendapatkan produk dari sidang pendahuluan ini," kata Hasyim, dalam persidangan yang berlangsung di Gedung Bawaslu, Jakarta, Kamis (1/11/2017).
Ketua Bawaslu RI yang bertindak sebagai Ketua Majelis Sidang, Abhan, mengatakan, produk persidangan berupa putusan Bawaslu.
Ia juga memastikan bahwa Bawaslu akan menyampaikan salinan putusan kepada para pihak, baik pelapor maupun terlapor.
Ditemui seusai sidang, Hasyim menjelaskan, KPU ingin mengetahui produk akhir persidangan ini karena memiliki konsekuensi hukum yang berbeda.
"Kalau semacam ajudikasi kan sifatnya putusan. Kalau bukan ajudikasi kan sifatnya bukan putusan, melainkan penetapan atau keputusan," kata Hasyim.
Menurut Hasyim, apabila produknya berupa keputusan maka Bawaslu berperan sebagai lembaga tata usaha negara.
"Tetapi kalau bentuknya putusan, itu sama dengan vonis. Jadi, Bawaslu sedang menjalankan peran sebagai lembaga peradilan," ujar Hasyim.
Mengenai konsekuensi hukumnya, Hasyim mengatakan, jika produknya berupa keputusan, maka sifatnya adalah rekomendasi.
Namun, apabila produknya berupa putusan, maka sifatnya adalah final dan mengikat.
KPU menyatakan akan menjalankan putusan Bawaslu.
""Tergantung putusannya. Kalau putusannya mengatakan, mohon maaf (permohonan pelapor) tidak diterima, ya, selesai. Tidak ada jalan yang lain karena dalam penanganan pelanggaran administrasi kan putusannya final dan mengikat," kata Hasyim.
"Begitu juga kalau KPU diminta untuk mengakomodir (permohonan pelapor), ya kami mengikuti putusannya," ujar dia.