JAKARTA, KOMPAS.com - Polisi tengah menyidik dugaan pelanggaran di bidang pangan terkait beredarnya gula rafinasi di sejumlah hotel mewah dan kafe. Penyidik menemukan gula rafinasi dikemas dalam bentuk sachet sebagai pendamping kopi atau teh. Padahal, gula tersebut tidak boleh dikonsumsi secara bebas oleh masyarakat.
"Sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 117 tahun 2015 pasal 9 bahwa Gula Kristal Rafinasi hanya bisa didistribusikan kepada industri," ujar Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya di kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (1/11/2017).
Hal ini terungkap setelah polisi menggeledah PT Crown Pratama di Kecamatan Kedaung, Cengkareng, Jakarta Barat. Dalam penggeledahan tersebut pengidik menyita 20 sak gula kristal rafinasi dengan berat masing-masing 50 kilogram. Disita juga 82.500 sachet gula rafinasi siap konsumsi.
"Selain itu juga ditemukan bungkus kosong kemasan sachet dengan merek hotel dan kafe," kata Agung.
(Baca: Gula Rafinasi Kuasai Pasar, Petani Tebu Malang Resah )
Menurut pengakuan pejabat PT CP, setidaknya ada 56 hotel yang menerima kiriman gula rafinasi dari mereka. PT CP membeli gula kristal rafinasi dengan harga Rp 10.000 per kilogram. Gula tersebut kemudian dijual dalam bentuk sachet ke hotel dan kafe dengan harga Rp 130 per kemasan.
Agung mengatakan, PT CP sudah beroperasi memasok gula rafinasi sejak 2008.
"Dulu setiap bulannya 2 ton. Sekarang 2017, tiap bulan 20 ton. Cukup meningkat jumlah pengemasannya oleh PT CP," kata Agung.
Penyidik masih menelusuri darimana PT CP mendapat pasokan gula rafinasi tersebut.
Dalam kasus ini, penyidik telah memeriksa enam saksi dari PT CP, antara lain direktur, marketing, dan bagian pergudangan.
Di samping itu, polisi juga telah meminta keterangan ahli dari Badan Pemeriksa Obat dan Makanan mengenai.
Berdasarkan keterangan BPOM, kata Agung, terdapat kesalaham dalam pencantuman kode BPOM di kemasan sachet gula tersebut.
"Setelah dicek bahwa kode BPOM ini untuk gula kristal putih atau gula pasir, bukan gula rafinasi. Kita dapat konfirmasi BPOM, gula rafinasi tidak mungkin keluar kode BPOM," kata Agung.
"Dengan demikan, pencantuman label ini penyesatan konsumen seakan gula kristal putih yang aman padahal isinya gula rafinasi," lanjut dia.
Hingga saat ini polisi belum menetapkan tersangka. Penyidik menunggu keluarnya hasil uji laboratorium untuk menguatkan bahwa barang yang disita merupakan gula ratifikasi yang dilarang beredar luas untuk konsumsi langsung.
"Dalam 1 atau 2 hari ini akan dilakukan gelar perkata untuk menetapkan tersangka," kata Agung.