KEHIDUPAN masyarakat pesisir selalu diidentikkan dengan kemiskinan. Arsitektur lanskap bangunan rumahnya tidak tertata dan kumuh.
Secara sederhana, pemukiman di pesisir itu berada di wilayah peralihan daratan dan laut. Pemukimannya berada di pulau besar, pulau-pulau kecil, juga di atas terumbu karang, pantai berpasir atau lumpur, dan sebagainya.
Setelah kemerdekaan hingga kini, potret masyarakat pesisir yang miskin dan kumuh itu digambarkan seolah-olah tidak ada perubahan signifikan.
Namun, di balik semua itu, ada beberapa hal yang patut dibanggakan. Orang-orang yang tinggal di pesisir pantai, dikenal ulet dan gigih. Mereka dapat bertahan hidup dalam keterbatasan.
Mereka dapat hidup dengan tekanan dari lautan yang juga merupakan tulang punggung mata pencaharian mereka dan ekosistem daratan dengan segala perubahannya. Tekanan ini yang telah menempa dan membuat masyarakat yang tinggal di pesisir memiliki etos kerja tinggi.
Ulet, gigih, serta etos kerja tinggi ini terkait dengan kesehatan mental. Karena, kehidupan masyarakat pesisir yang selalu dekat dengan pemandangan pantai dan laut ternyata memberikan kontribusi pada kesehatan mental.
Dalam jurnal Health & Place, seperti ditulis nationalgeographic.co.id (9/5/2016), dijelaskan bahwa hidup di dekat pemandangan laut berkaitan dengan kesehatan mental yang lebih baik. Studi ini dilakukan peneliti dari University of Canterbury di Selandia Baru dan Michigan State University.
Penelitian ini dengan melihat visibilitas ruang biru dan hijau bagi warga di Wellington, Selandia Baru. Ruang biru didefinisikan sebagai daerah air, seperti pantai dan lautan, sementara ruang hijau adalah daerah-daerah seperti taman dan hutan. Wellington adalah ibu kota perkotaan di sebelah Laut Tasman dan Samudera Pasifik.
Para peneliti ini kemudian membandingkan data topografi dengan informasi Survei Kesehatan Selandia Baru, yang digunakan untuk menilai kecemasan dan gangguan suasana hati.
Setelah memperhitungkan faktor-faktor lain, seperti pendapatan, usia, dan jenis kelamin, peneliti menemukan korelasi positif antara orang-orang yang memiliki rumah dengan pemandangan laut dan kesehatan mental.
Indonesia adalah negara dengan banyak kepulauan. Terdapat korelasi bila hasil penelitian di Selandia Baru ini dikaitkan dengan Indeks Kebahagiaan Indonesia 2017 yang dirilis Agustus lalu oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
(Baca juga : Menyoal Indeks Kebahagiaan Orang Indonesia Setelah 72 Tahun Merdeka)
Indeks kebahagiaan tertinggi berada di wilayah yang secara langsung berada di pulau-pulau kecil, dekat dengan pantai dan laut.
Selanjutnya, indeks kebahagiaan tertinggi di Provinsi Kalimantan Timur (73,57), Kalimantan Utara (73,33), dan Gorontalo (73,19). Laut di tiga provinsi ini adalah Laut Sulawesi dan Teluk Tomini. Indeks kebahagiaan berikutnya di Provinsi Kepulauan Riau (73,11).
Survei BPS itu berlangsung pada April 2017, tersebar di 487 kabupaten/kota di 34 provinsi.
Seperti kita ketahui, sebanyak 60 persen penduduk Indonesia berdiam di wilayah pesisir. Berdasarkan penelitian University of Canterbury di Selandia Baru dan Michigan State University serta BPS 2017, gambaran kesehatan mental dan indeks kebahagiaan berada di pemukiman wilayah pesisir, yang paling dekat pantai dan laut.
Dengan kondisi seperti itu, yang patut mendapat perhatian adalah bagaimana merawat kesehatan mental dan kebahagiaan dengan pemandangan laut tersebut. Khususnya pemukiman dekat pesisir yang kebanyakan rumah-rumah dan bangunan posisinya masih membelakangi laut. Pantai dan laut harus menjadi tampilan depan, bukan belakang.