JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Gerindra mencatat setidaknya ada empat poin dalam Undang-Undang tentang Organisasi Masyarakat (UU Ormas) yang perlu direvisi.
Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria berharap revisi UU Ormas bisa masuk ke dalam Program Legislasi Nasional 2018.
Poin pertama, adalah mengembalikan peran dan fungsi yudikatif atau pengadilan.
"Kita ini negara hukum, bukan negara kekuasaan. Kalau negara hukum harus kembali ke hukum. Berarti pengadilan, hukum sebagai panglima," kata Riza saat dihubungi, Kamis (26/10/2017).
(Baca juga: Ahli Hukum dan HAM: Pembubaran Ormas Harus melalui Putusan Pengadilan)
Kedua, Gerindra menyoroti tahapan pembubaran ormas. Gerindra menilai aturan pembubaran ormas saat ini tak rasional yakni dengan menyurati ormas bersangkutan dalam tujuh hari.
Padahal, seringkali surat peringatan telat disampaikan karena birokrasi yang rumit.
"Yang lama kan 30 hari, carilah waktu yang rasional. Ada peringatan tertulis, ada mediasi," ujar Wakil Ketua Komisi II DPR itu.
Ketiga, terkait hukuman dan sanksi. Gerindra menginginkan ada aturan hukuman dan sanksi yang rasional. Dalam aturan saat ini, anggota ormas yang dibubarkan berpotensi dijatuhi hukuman pidana 5 tahun sampai 20 tahun.
Di samping itu, Riza menilai lebih tepat jika pemimpin ormasnya saja yang dijatuhi hukuman. Sedangkan pada aturan saat ini, anggota pasif dalam sebuah ormas pun bisa dijatuhi hukuman.
"Ini hukuman lebih berat dari zaman kolonial Belanda," kata dia.
(Baca juga: Di Sidang MK, Ahli Sebut Perppu Ormas Kemunduran Demokrasi)
Poin terakhir, Gerindra menginginkan agar pasal-pasal dalam UU Ormas tak menjadi pasal karet. Misalnya tafsiran "melanggar Pancasila". Menurut dia, pemerintah tidak bisa menjadi satu-satunya pihak yang bisa menafsirkan Pancasila.
"Orang korupsi saja jelas-jelas extraordinary crime saja, miliaran, hukuman cuma berapa, dua tahun. Bayangkan di mana rasa keadilannya. Harus diperjelas tafsir itu," tutur Riza.
Undang-Undang Ormas disahkan setelah Perppu Ormas disetujui melalui rapat paripurna DPR.
Perppu tersebut disahkan menjadi undang-undang melalui mekanisme voting. Sebab, seluruh fraksi pada rapat paripurna gagal mencapai musyawarah mufakat meskipun telah dilakukan forum lobi selama dua jam.
Tercatat, ada tujuh fraksi yang menerima Perppu tersebut sebagai undang-undang yakni Fraksi PDI-P, PPP, PKB, Golkar, Nasdem, Demokrat, dan Hanura.
Namun, Fraksi PPP, PKB, dan Demokrat menerima Perppu tersebut dengan catatan agar pemerintah bersama DPR segera merevisi Perppu yang baru saja diundangkan itu.
Sementara itu, tiga fraksi lainnya yakni PKS, PAN, dan Gerindra menolak Perppu Ormas karena menganggap bertentangan dengan asas negara hukum karena menghapus proses pengadilan dalam mekanisme pembubaran ormas.