Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gerindra Ingin Empat Pasal dalam UU Ormas Direvisi

Kompas.com - 27/10/2017, 07:57 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Gerindra mencatat setidaknya ada empat poin dalam Undang-Undang tentang Organisasi Masyarakat (UU Ormas) yang perlu direvisi.

Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria berharap revisi UU Ormas bisa masuk ke dalam Program Legislasi Nasional 2018.

Poin pertama, adalah mengembalikan peran dan fungsi yudikatif atau pengadilan.

"Kita ini negara hukum, bukan negara kekuasaan. Kalau negara hukum harus kembali ke hukum. Berarti pengadilan, hukum sebagai panglima," kata Riza saat dihubungi, Kamis (26/10/2017).

(Baca juga: Ahli Hukum dan HAM: Pembubaran Ormas Harus melalui Putusan Pengadilan)

Kedua, Gerindra menyoroti tahapan pembubaran ormas. Gerindra menilai aturan pembubaran ormas saat ini tak rasional yakni dengan menyurati ormas bersangkutan dalam tujuh hari.

Padahal, seringkali surat peringatan telat disampaikan karena birokrasi yang rumit.

"Yang lama kan 30 hari, carilah waktu yang rasional. Ada peringatan tertulis, ada mediasi," ujar Wakil Ketua Komisi II DPR itu.

Ketiga, terkait hukuman dan sanksi. Gerindra menginginkan ada aturan hukuman dan sanksi yang rasional. Dalam aturan saat ini, anggota ormas yang dibubarkan berpotensi dijatuhi hukuman pidana 5 tahun sampai 20 tahun.

Di samping itu, Riza menilai lebih tepat jika pemimpin ormasnya saja yang dijatuhi hukuman. Sedangkan pada aturan saat ini, anggota pasif dalam sebuah ormas pun bisa dijatuhi hukuman.

"Ini hukuman lebih berat dari zaman kolonial Belanda," kata dia.

(Baca juga: Di Sidang MK, Ahli Sebut Perppu Ormas Kemunduran Demokrasi)

Poin terakhir, Gerindra menginginkan agar pasal-pasal dalam UU Ormas tak menjadi pasal karet. Misalnya tafsiran "melanggar Pancasila". Menurut dia, pemerintah tidak bisa menjadi satu-satunya pihak yang bisa menafsirkan Pancasila.

"Orang korupsi saja jelas-jelas extraordinary crime saja, miliaran, hukuman cuma berapa, dua tahun. Bayangkan di mana rasa keadilannya. Harus diperjelas tafsir itu," tutur Riza.

Undang-Undang Ormas disahkan setelah Perppu Ormas disetujui melalui rapat paripurna DPR.

Perppu tersebut disahkan menjadi undang-undang melalui mekanisme voting. Sebab, seluruh fraksi pada rapat paripurna gagal mencapai musyawarah mufakat meskipun telah dilakukan forum lobi selama dua jam.

Tercatat, ada tujuh fraksi yang menerima Perppu tersebut sebagai undang-undang yakni Fraksi PDI-P, PPP, PKB, Golkar, Nasdem, Demokrat, dan Hanura.

Namun, Fraksi PPP, PKB, dan Demokrat menerima Perppu tersebut dengan catatan agar pemerintah bersama DPR segera merevisi Perppu yang baru saja diundangkan itu.

Sementara itu, tiga fraksi lainnya yakni PKS, PAN, dan Gerindra menolak Perppu Ormas karena menganggap bertentangan dengan asas negara hukum karena menghapus proses pengadilan dalam mekanisme pembubaran ormas.

Kompas TV Pembahasan terkait nasib Perppu Ormas di DPR sudah mencapai tahap akhir.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Kasus Kredit Ekspor LPEI, KPK Buka Peluang Tetapkan Tersangka Korporasi

Nasional
Pakar Hukum Dorong Percepatan 'Recovery Asset' dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Pakar Hukum Dorong Percepatan "Recovery Asset" dalam Kasus Korupsi Timah yang Libatkan Harvey Moeis

Nasional
Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Sidak ke Kalteng, Satgas Pangan Polri Minta Pasar Murah Diintensifkan Jelang Lebaran

Nasional
Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Puspen TNI Sebut Denpom Jaya Dalami Dugaan Prajurit Aniaya Warga di Jakpus

Nasional
Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Bea Cukai dan Ditresnarkoba Polda Metro Jaya Gagalkan Peredaran Serbuk MDMA dan Kokain Cair

Nasional
TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

TNI Kirim Payung Udara, Bisa Angkut 14 Ton Bantuan untuk Warga Gaza Via Udara

Nasional
Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Tersangka Kasus Korupsi Timah Diyakini Bisa Bertambah 2-3 Kali Lipat jika Diusut Lewat TPPU

Nasional
Pakar Hukum Duga Ada 'Orang Kuat' Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Pakar Hukum Duga Ada "Orang Kuat" Lindungi Kasus Korupsi Timah yang Jerat Harvey Moeis

Nasional
Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia 'The New Soekarno'

Gerindra: Prabowo Tidak Cuma Janji Kata-kata, Dia "The New Soekarno"

Nasional
TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

TNI Kirim 900 Payung Udara untuk Salurkan Bantuan ke Warga Palestina

Nasional
Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Terseretnya Nama Jokowi dalam Pusaran Sengketa Pilpres 2024 di MK...

Nasional
Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Serangan Balik KPU dalam Sidang Sengketa Pilpres di MK...

Nasional
Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Soal Flu Singapura, Menkes: Ada Varian Baru Tapi Tidak Mematikan Seperti Flu Burung

Nasional
Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Kasus yang Jerat Suami Sandra Dewi Timbulkan Kerugian Rp 271 Triliun, Bagaimana Hitungannya?

Nasional
Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Menkes Minta Warga Tak Panik DBD Meningkat, Kapasitas RS Masih Cukup

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com