Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Uji Materi UU Pemilu, Ahli Ungkap Alasan "Presidential Threshold" Inkonstitusional

Kompas.com - 24/10/2017, 18:18 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Feri Amsari berpendapat, ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) tidak sesuai dengan UUD 1945 atau inkonstitusional.

Hal tersebut diungkapkannya saat menjadi ahli dalam sidang uji materi UU Pemilu di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Selasa (24/10/2017).

"Angka presidential threshold tersebut adalah angka politik sesaat dan inkonstitusional," ujar Feri.

Pasal 222 UU Pemilu menyatakan, pasangan calon pada Pemilu 2019 diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR sebelumnya.

Feri menjelaskan, dalam hal teknis pencalonan presiden dan wakil presiden, UUD 1945 telah mengatur secara jelas soal teknis pengusulan calon presiden dan wakil presiden.

Baca: "Presidential Threshold" Dinilai Hanya Untungkan Jokowi Saat Pemilu

Pasal 6A ayat 2 UUD 1945 menyatakan, pasangan calon presiden dan wakil presiden diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu sebelum pelaksanaan pemilu.

Ketentuan itu, lanjut Feri, sangat terang menyebutkan bahwa pencalonan hanya dapat melalui parpol atau gabungan parpol.

Namun, dalam Pasal 222 UU Pemilu menggabungkan ketentuan mengenai pencalonan digabungkan dengan ketentuan persyaratan menjadi presiden.

Hal itu terlihat dari frasa '...yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR sebelumnya.'

Feri menilai, penggabungan kedua hal itu terjadi karena pembuat UU mengacu Pasal 6A UUD 1945 yang menyebut syarat-syarat untuk menjadi presiden dan wakil presiden diatur lebih lanjut dalam UU.

Menurut Feri, UU tidak dapat mengatur hal teknis yang sudah diatur dalam UUD 1945 dengan cara menambahkan atau meniadakan ketentuan di konstitusi.

"UU tidak dapat mengatur hal teknis yang sudah diatur dalam UUD 1945 dengan cara menambahkan atau meniadakan ketentuan dalam pasal di UUD 1945. Ketentuan pencalonan harus dibedakan dengan syarat-syarat menjadi presiden," kata Feri.

"Praktiknya, dalam UU Pemilu pembentuk UU telah mengatur tata cara pencalonan yang berseberangan dengan ketentuan UUD 1945," lanjut dia.

Sebelumnya pemohon uji materi Pasal 222 UU Pemilu, Effendi Gazali, mempersoalkan adanya ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden.

Menurut Effendi, ketentuan tersebut merupakan tindakan memanipulasi hak pilih warga negara.

Kompas TV Ajakan boikot pilpres 2019 oleh Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Arief Poyuono jika gagal menggugat ke Mahkamah Konstitusi menuai kritikan masyarakat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Dewas Akan Sidangkan Dugaan Pelanggaran Etik Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron 2 Mei

Nasional
Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Prabowo-Gibran Tiba di Istana untuk Bertemu Jokowi

Nasional
AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum 'Clear', Masih Dihuni Warga

AHY Sebut Lahan 2.086 Hektare di IKN Belum "Clear", Masih Dihuni Warga

Nasional
Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Tak Persoalkan PKB Ingin Kerja Sama dengan Prabowo, PKS: Kita Enggak Jauh-jauh

Nasional
Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Bapanas Prediksi Harga Bawang Merah Normal 30-40 Hari ke Depan

Nasional
PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

PKS Jajaki Komunikasi dengan Prabowo

Nasional
Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Dewas Harap Wakil Ketua KPK Laporkan Albertina Ho Bukan karena Sedang Tersangkut Kasus Etik

Nasional
Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Wapres Ma'ruf Amin Tak Titip Program Tertentu untuk Dilanjutkan Gibran

Nasional
Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Gibran Minta Petuah Saat Sowan ke Wapres Ma'fuf Amin

Nasional
Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Tantang PDI-P Tarik Semua Menteri Usai Sebut Jokowi Bukan Kader Lagi, TKN: Daripada Capek-capek PTUN

Nasional
Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Relaksasi HET Beras Premium Diperpanjang hingga 31 Mei 2024

Nasional
Gibran Disebut Masih Fokus di Solo, Undang Wapres Ma'ruf Resmikan Destinasi Wisata

Gibran Disebut Masih Fokus di Solo, Undang Wapres Ma'ruf Resmikan Destinasi Wisata

Nasional
Dewas Ungkap Klarifikasi Albertina Ho yang Dilaporkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Dewas Ungkap Klarifikasi Albertina Ho yang Dilaporkan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron

Nasional
Nasdem-PKS Jajaki Kerja Sama di Pilkada DKI, Termasuk Opsi Usung Anies

Nasdem-PKS Jajaki Kerja Sama di Pilkada DKI, Termasuk Opsi Usung Anies

Nasional
KPK Duga Hakim Agung Gazalba Saleh Cuci Uang Rp 20 Miliar

KPK Duga Hakim Agung Gazalba Saleh Cuci Uang Rp 20 Miliar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com