JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM), Muhammad Nukhoiron menilai penuntasan kasus pelanggaran HAM 1965-1966 di era Presiden Joko Widodo tak berbeda dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Sama saja karena tantangannya sama. Yang lalu dan yang sekarang sama-sama belum bisa berkomunikasi dengan TNI untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM. Karena sebagian besar pelanggaran HAM masa lalu itu kan pelakunya dari TNI," kata Nukhoiron di kantornya, Jakarta, Selasa (24/10/2017).
Karenanya, menurut Nurkhoiron, penuntasan tragedi kemanusiaan 1965-1966 era Jokowi dan SBY sama-sama jalan di tempat dan tak banyak mengalami kemajuan.
"Kalau dari upaya penyelesaian belum ada kemajuan," kata Nukhoiron.
(Baca: Sumarsih: Jokowi Menggunakan Penyelesaian Kasus HAM demi Meraup Suara)
Meski demikian, Nukhoiron tak memungkiri jika ada sedikit perbedaan antara era Jokowi dengan SBY. Perbedaan itu dalam hal koordinasi antar lembaga yang punya kewajiban untuk menyelesaikan kasus tersebut.
"(Era Jokowi) mungkin jauh lebih mudah dalam hal berkoordinasi dengan lembaga pemerintah. Yang sekarang kita rasakan dengan Kejaksaan Agung dan Kepolisian. Tapi justru tidak ada terlalu baik dengan Menkop Polhukam (Wiranto)," kata dia.
Nukhoiron menyadari, sulitnya menuntaskan kasus tersebut karena Jokowi harus berhadapan dengan banyak pihak baik yang ada di lingkaran Istana dan di luarnya.
(Baca: 19 Tahun Penegakan Hukum Kasus HAM '98 Dinilai Nyaris Tak Ada Kemajuan)
"Kalau komitmen Jokowi mungkin ada, tapi ketika dihadapkan pada komitmen pemerintah, berarti dia harus berhadapan dengan kekuatan lain di Istana," ujar dia.
"Misalnya dengan TNI, dengan kelompok islam yang anti PKI dan kelompok lain yang harus dia kompromikan agar tidak terjadi kegaduhan politik. Ini yang saya kira masalah," tutup Nurkhoiron.