Keesokan harinya, Wardi dan beberapa warga Ahmadiyah dipanggil kepolisian untuk dimintai keterangan. Namun hingga saat ini, tidak ada pelaku yang diproses secara hukum.
"Majelis hakim Yang Mulia, setelah pembakaran masjid tersebut kami hanya dapat shalat di rumah masing-masing," ujar Wardi.
Pada awal 2015, warga Ahmadiyah berupaya memperbaiki masjid agar bisa digunakan untuk shalat tarawih berjamaah dan shalat Idul Fitri bersama.
Ternyata, dua minggu setelah Idul Fitri, Satpol PP menyegel masjid tersebut dengan pengawal oleh polisi dan Muspika.
Wardi mengungkapkan, tindakan diskriminatif tidak hanya dialami warga Ahmadiyah dalam bentuk perusakan masjid saja.
Baca: Anggota Jemaah Ahmadiyah Ajukan Uji Materi ke MK, Apa yang Digugat?
Seringkali, kata Wardi, warga Ahmadiyah kesulitan untuk mengurus KTP. Akibatnya, banyak jemaah Ahmadiyah yang akan menikah harus mendaftarkan pernikahannya tersebut di daerah lain.
"Pasca-pembakaran, ada lagi kekejian lain yang kami alami. Mengurus KTP dipersulit, jemaah kami ada yang saat menikah harus di tempat lain," kata Wardi.
Berdasarkan catatan Komnas HAM, selama sepuluh tahun terakhir, warga Ahmadiyah menghadapi berbagai masalah terkait dengan pelanggaran hak-hak beragama dan berkeyakinan.
Pelanggaran tersebut merusak dan menghilangkan hak-hak penganut JAI untuk secara leluasa dan aman menjalankan agama dan keyakinannya.
Komisioner Komnas HAM Imdadun Rahmat mengatakan, sejak tahun 2005 pelanggaran hak kebebasan beragama kelompok minoritas yang dituduh sesat ini terus-menerus terjadi berupa intimidasi, penyegelan atau perusakan rumah ibadah, kantor organisasi, pengusiran komunitas tersebut dari tempat tinggal mereka, hingga penyerangan yang menyebabkan korban jiwa.
Saat ini ada lima provinsi yang telah mengeluarkan regulasi berupa Peraturan Gubernur atau Surat Edaran Gubernur yang melarang penyebaran ajaran Ahmadiyah.
Selain itu ada pula 22 kabupatan/kota yang menerbitkan peraturan serupa. Seluruh regulasi tersebut merujuk kepada UU No 1 PNPS 1965.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.