JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono mengatakan, total anggaran Pilkada Serentak 2018 berpotensi tembus Rp 20 triliun karena saat ini menggunakan standar Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Menurut dia, diubahnya standar pembiayaan pilkada dari APBD ke APBN karena pilkada dianggap masuk rezim Pemilu.
"Dulu kenapa murah karena satuan belanja pakai standar APBD. Sekarang naik karena digunakan standar APBN, sehingga tinggi," kata Sumarsono, di Hotel Kartika Chandra, Jakarta, Senin (23/10/2017).
"Ini konteksnya daerah membantu pusat. Pertanggungjawabannya dengan aturan APBN. Kalau masuk rezim pemerintah daerah tidak perlu NPHD," lanjut dia.
Baca: Anggaran Pilkada 2018 Disepakati Rp 11,4 Triliun
Sumarsono mencontohkan, pada Pilkada Serentak 2015, dengan jumlah daerah yang mengadakan pilkada lebih banyak yakni 269, anggarannya lebih kecil yaitu kurang lebih Rp 6,7 triliun.
"Misalnya (ongkos perjalanan dinas) dari kecamatan ke desa Rp 12.500. Satuan APBD lebih kecil. Sekarang pasti perjalanan dinas bisa mencapai Rp 120.000. Sekarang satuannya meningkat. Jadi efeknya bisa tembus Rp 20 triliun," ujar dia.
Selain itu, anggaran membengkak karena pada Pilkada 2018 banyak daerah besar yang ikut berpartisipasi.
"Beban tahun ini karena meliputi provinsi besar. Di Jawa misalnya banyak populasi. Ini pasti membengkak anggarannya," kata dia.
Ia mengatakan, salah satu yang membuat anggaran Pilkada membesar karena Papua juga menyelenggarakan Pilkada pada 2018.
Baca: Mendagri Anggap Wajar Anggaran Pilkada 2018 Tembus Rp 20 Triliun
Dengan kondisi geografis wilayah Papua, membutuhkan biaya yang lebih besar dalam penyelenggaraannya.
"Papua itu antar daerah itu harus gunakan pesawat. Itu biaya (Pilkada) di Papua Rp 2,6 triliun. Biaya transportasinya mahal. Dulu Papua tidak ikut. Kalau ikut pasti ikut mahal. Faktor geografis dan penduduk menjadi signifikan," jelas Sumarsono.
Bahkan, kata Sumarsono, jika Pilkada tidak digelar serentak, anggaran yang dihabiskan akan jauh lebih besar.
"Ini akan mahal kalau dipisah-pisah. Akan jauh lebih mahal. Angka ini besar tapi belum bisa dikatakan lebih mahal atu murah," kata dia.