Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM Diminta Gunakan Dokumen AS soal 1965 untuk Langkah Yudisial

Kompas.com - 20/10/2017, 22:26 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) diminta untuk menggunakan arsip Tragedi 1965 milik Amerika Serikat guna melengkapi dokumen terkait dugaan kejahatan kemanusiaan pasca-Gerakan 30 September 1965 yang telah dimiliki lembaganya.

"Komnas HAM kami imbau untuk mengambil langkah proaktif menggunakan arsip yang baru dibuka sebagai pelengkap informasi upaya pengusutan kejahatan kemanusiaan peristiwa 1965," kata Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, di kantornya, Jakarta, Jumat (20/10/2017).

Usman mengatakan, dibukanya dokumen terkait Tragedi 1965 milik AS itu penting untuk menambah bahan informasi bagi Indonesia, khususnya Komnas HAM dalam mengumpulkan fakta peristiwa tragedi 1965-1966.

"Yang penting dari dokumen itu adalah penggambaran pembunuhan itu terjadi. Siapa saja yang terlibat, hingga bagaimana Pemerintah AS terlibat. Momentum baru sangat mungkin diciptakan kalau ada kemauan pemerintah," tutur Usman.

(Baca juga: Dibukanya Dokumen AS soal 1965 Dinilai Jadi Momentum Ungkap Kebenaran)

Apalagi, menurut dia, hasil penyelidikan peristiwa 1965-1966 memperlihatkan adanya dugaan pelanggaran HAM berat sebagaimana dengan definisi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.

"Komnas HAM menyimpulkan temuan mereka memenuhi kriteria pelanggaran HAM yang berat, termasuk kejahatan terhadap kemanusiaan," ujar Usman.

Sayangnya, kata Usman, sampai hari ini, belum ada indikasi bahwa Pemerintah Indonesia akan melakukan penyelidikan dan penyidikan terkait temuan Komnas HAM tersebut.

"Upaya pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) tingkat nasional juga terhenti karena kurangnya kemauan politik," kata Usman.

"Karenanya, kami imbau ke Komnas HAM, apabila kurang bukti bisa pakai dokumen ini untuk langkah-langkah yudisial," tutur dia.

Pemerintah hati-hati

Pemerintah Indonesia sendiri tidak akan bertindak gegabah atas pengungkapan dokumen tersebut di AS.

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, Indonesia tidak bisa begitu saja mempercayai dokumen yang dari negara lain. Karena itu, Indonesia akan bertindak hati-hati.

"Begini, di Amerika, jangankan orang, presidennya saja dibunuh. Itulah, jadi yang penting kita hati-hati begitu," kata Ryamizard di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (19/10/2017).

Ryamizard mengacu pada pembunuhan Presiden ke-35 Amerika Serikat John F Kennedy pada November 1963. Namun, sepanjang sejarahnya, ada empat Presiden AS yang tewas dibunuh. Selain Kennedy, ada Abraham Lincoln (Presiden ke-16), James A. Garfield (Presiden ke-20), dan William McKinley (Presiden ke-25).

(Baca: Soal Dokumen AS Terkait Tragedi 1965, Pemerintah Tanggapi Hati-hati)

Menurut Ryamizard, Indonesia dan Amerika Serikat selama ini memiliki hubungan yang baik. Ia juga berteman baik dengan Menteri Pertahanan AS Robert Gates.

Ryamizard mengatakan, dia akan berkomunikasi dengan Menteri Gates terkait dokumen peristiwa 1965 itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Banjir Dubai, Kemenlu Sebut Tak Ada WNI Jadi Korban

Banjir Dubai, Kemenlu Sebut Tak Ada WNI Jadi Korban

Nasional
Jokowi Ungkap Indikasi Pencucian Uang Lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Jokowi Ungkap Indikasi Pencucian Uang Lewat Aset Kripto Rp 139 Triliun

Nasional
Pertemuan Jokowi-Megawati yang Seolah Rencana Kosong

Pertemuan Jokowi-Megawati yang Seolah Rencana Kosong

Nasional
Beragam Respons Kubu Prabowo-Gibran soal 'Amicus Curiae' Megawati dan Sejumlah Tokoh Lain

Beragam Respons Kubu Prabowo-Gibran soal "Amicus Curiae" Megawati dan Sejumlah Tokoh Lain

Nasional
Yusril Harap Formasi Kabinet Prabowo-Gibran Tak Hanya Pertimbangkan Kekuatan di DPR

Yusril Harap Formasi Kabinet Prabowo-Gibran Tak Hanya Pertimbangkan Kekuatan di DPR

Nasional
Eks Ajudan Ungkap Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL

Eks Ajudan Ungkap Anggaran Kementan untuk Bayar Dokter Kecantikan Anak SYL

Nasional
Yusril Bilang KIM Belum Pernah Gelar Pertemuan Formal Bahas Kabinet Prabowo

Yusril Bilang KIM Belum Pernah Gelar Pertemuan Formal Bahas Kabinet Prabowo

Nasional
Yusril Nilai Tak Semua Partai Harus Ditarik ke Kabinet Prabowo Kelak

Yusril Nilai Tak Semua Partai Harus Ditarik ke Kabinet Prabowo Kelak

Nasional
Cara Urus Surat Pindah Domisili

Cara Urus Surat Pindah Domisili

Nasional
Tanggal 20 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 20 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TKN Klaim 10.000 Pendukung Prabowo-Gibran Akan Ajukan Diri Jadi 'Amicus Curiae' di MK

TKN Klaim 10.000 Pendukung Prabowo-Gibran Akan Ajukan Diri Jadi "Amicus Curiae" di MK

Nasional
Tepis Tudingan Terima Bansos, 100.000 Pendukung Prabowo-Gibran Gelar Aksi di Depan MK Jumat

Tepis Tudingan Terima Bansos, 100.000 Pendukung Prabowo-Gibran Gelar Aksi di Depan MK Jumat

Nasional
Jaksa KPK Sentil Stafsus SYL Karena Ikut Urusi Ultah Nasdem

Jaksa KPK Sentil Stafsus SYL Karena Ikut Urusi Ultah Nasdem

Nasional
PAN Minta 'Amicus Curiae' Megawati Dihormati: Semua Paslon Ingin Putusan yang Adil

PAN Minta "Amicus Curiae" Megawati Dihormati: Semua Paslon Ingin Putusan yang Adil

Nasional
KPK Ultimatum.Pengusaha Sirajudin Machmud Hadiri Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

KPK Ultimatum.Pengusaha Sirajudin Machmud Hadiri Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com