JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi menilai, elektabilitas Presiden Joko Widodo belum berada pada angka aman untuk kembali maju dalam pemilu presiden 2019.
Survei Indikator Politik pada 17-24 September 2017 menunjukkan, responden yang memilih Jokowi saat tidak diberikan pilihan nama, hanya 34,2 persen.
"Dengan modal di bawah 50 persen, saya harus bilang terus terang Pak Jokowi belum aman secara elektoral," kata Burhan dalam diskusi 'Siapa Cawapres Jokowi?' yang digelar relawan Projo di Kemang, Jakarta Selatan, Jumat (20/10/2017).
(baca: Baca juga : Gatot Nurmantyo Bisa Gerus Suara Prabowo jika Jadi Cawapres Jokowi)
Oleh karena itu, Burhan menilai, sosok calon wakil presiden pendamping Jokowi menjadi faktor yang sangat menentukan.
Pertama, dari segi elektoral, mantan Gubernur DKI Jakarta itu harus mencari sosok cawapres yang memiliki basis pemilih yang berbeda.
Menurut Burhan, Jokowi harus mencari sosok yang bisa meningkatkan elektabilitasnya di segmen pemilih muslim.
(baca: Baca juga : Survei Indikator: Head to Head, Jokowi 58,9 Persen, Prabowo 31,3 Persen)
Sebab, berdasarkan survei Indikator, pemilih muslim yang memilih Jokowi tidak sampai 50 persen.
"Pemilih muslim yang memilih Jokowi hanya 42 persen. Padahal, pemilih muslim di Indonesia 87 persen. PR Pak Jokowi meningkatkan elektabilitas di pemilih muslim," kata Burhan.
Faktor kedua yang harus dipertimbangkan Jokowi dalam memilih cawapres, adalah aspek dalam menjalankan pemerintahan.
(baca: Baca juga : Gerindra: Kami Optimistis Mandat Rakyat Akan Diberikan kepada Prabowo)
Pasangan yang dipilih Jokowi harus bisa melengkapi kemampuan Jokowi dalam memimpin Indonesia apabila keduanya sudah terpilih.
Faktor ketiga adalah terkait konsolidasi politik Jokowi dan partai politik pendukungnya. Siapapun cawapres yang dipilih Jokowi harus bisa memuaskan partai politik pendukung.
"Masalahnya, parpol pendukung Pak Jokowi di 2019 ikhlas enggak kalau elitenya enggak dipilih?" ujar Burhan.