JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia akan meneliti kebenaran isi dokumen yang dirilis di Amerika Serikat terkait pembunuhan massal pasca-Gerakan 30 September 1965.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan, Indonesia tidak bisa begitu saja mempercayai dokumen yang dari negara lain.
"Begini, di Amerika, jangankan orang, presidennya saja dibunuh. Itulah, jadi yang penting kita hati-hati begitu," kata Ryamizard di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (19/10/2017).
Ryamizard mengacu pada pembunuhan Presiden ke-35 Amerika Serikat John F Kennedy pada November 1963. Namun, sepanjang sejarahnya, ada empat Presiden AS yang tewas dibunuh. Selain Kennedy, ada Abraham Lincoln (Presiden ke-16), James A. Garfield (Presiden ke-20), dan William McKinley (Presiden ke-25).
(Baca juga: Soal Dokumen Peristiwa 1965, Ryamizard Akan Tanya ke Menhan AS)
Menurut Ryamizard, Indonesia dan Amerika Serikat selama ini memiliki hubungan yang baik. Ia juga berteman baik dengan Menteri Pertahanan AS Robert Gates.
Ryamizard mengatakan, dia akan berkomunikasi dengan Menteri Gates terkait dokumen peristiwa 1965 itu
"Pasti saya tanyakan kalau ke Amerika, atau nanti saya panggil dubesnya sambil ngobrol-ngobrol bagaimana sebenarnya," kata dia.
Ryamizard mengatakan, pemerintah tidak sepenuhnya mengabaikan dokumen terkait peristiwa 1965 tersebut. Namun, sampai ada kejelasan mengenai dokumen itu, maka Pemerintah Indonesia tidak akan menanggapinya sebagai sebuah kebenaran.
"Enggak kita diamkan begitu saja (dokumennya). Tapi enggak nuduh gitu juga," kata dia.
Hal serupa disampaikan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto. Ia mengakui bahwa pemerintah saat ini masih kekurangan alat bukti dan saksi untuk mengusut tuntas dugaan adanya pembantaian massal pada 1965.
Namun, dokumen yang dirilis AS tidak serta merta akan digunakan sebagai bukti penyelidikan.
"Dari mana pun yang muncul tidak serta-merta dokumen itu kita jadikan bagian dalam proses penyelidikan. Perlu ada upaya untuk meyakini betul apakah informasi dari luar negeri layak untuk jadi pembuktian," kata Wiranto.
(Baca juga: Panglima TNI Enggan Komentar soal Dokumen Peristiwa 1965)
39 dokumen
Dilansir dari BBC Indonesia, sejumlah dokumen kabel diplomatik Amerika soal tragedi 1965 kembali dibuka ke publik oleh tiga lembaga Amerika. Dokumen menguak sejumlah surat dari dan ke Amerika Serikat terkait pembunuhan massal pasca-1965.
Adapun, dokumen tersebut berupa kabel diplomatik Amerika Serikat yang berasal dari National Security Archive (NSA), National Declassification Center (NDC), dan lembaga negara National Archives and Records Administration (NARA).