Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Didik Supriyanto
Kolumnis

Kolomnis, tinggal di Semarang, bisa dihubungi melalui didik.rangga@gmail.com. Selain menulis di beberapa media, Didik Supriyanto juga menulis sejumlah buku pemilu. Daftar buku-buku pemilu karya Didik Supriyanto bisa dilihat di https://goo.gl/8rSaEm

Partai Lama Masuk Perangkap Bikinan Sendiri

Kompas.com - 19/10/2017, 07:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorAmir Sodikin

TEPAT pukul 24.00 WIB, Senin (16/10/2017) lalu, KPU menutup pendaftaran partai politik peserta pemilu legislatif untuk Pemilu 2019. Dari 73 partai politik berbadan hukum yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM, hanya 27 yang mendaftarkan diri.

Artinya, hanya sepertiga partai politik yang merasa mampu memenuhi syarat menjadi partai politik peserta pemilu legislatif, sedangkan dua per tiga lainnya menyerah.

Dari 27 itu, terdapat 10 partai politik yang memiliki kursi di DPR: PDIP, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat, PAN, PKB, PKS, PPP, Partai Nasdem, dan Partai Hanura; serta 2 partai politik peserta Pemilu 2014: PBB dan PKPI. Jadi, pada tahapan pendaftaran partai politik ini terdapat 12 partai politik lama dan 15 partai politik baru.

Dua jenis partai politik itu punya pengalaman dan kemampuan berbeda, sehingga Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU No 7/2017) membuat perlakuan berbeda.

Baca juga: Rezim Administrasi Pemilu Membelenggu Partai Baru

Pasal 173 ayat (2) UU No 7/2017 menyebut syarat kepengurusan dan keanggotaan yang harus dipenuhi partai politik baru: memiliki kepengurusan di 100 persen provinsi, 75 persen kabupaten/kota, dan 50 persen kecamatan; serta memiliki anggota minimal 1.000 atau 1/1.000 dari jumlah penduduk kabupaten/kota.

Partai politik lama tidak dikenakan syarat tersebut karena dinilai sudah memenuhi pada pemilu sebelumnya, sebagaimana diatur Pasal 173 ayat (3) UU No 7/2017: Partai politik yang telah lulus verifikasi dengan syarat-syarat sebagaimana dimaksud pada Ayat (2) tidak diverifikasi ulang dan ditetapkan sebagai Partai Politik Peserta Pemilu.

Oleh partai politik baru, ketentuan Pasal 173 ayat (3) UU No 7/2017 dianggap tidak adil. Sebab, kemampuan partai politik dalam menggalang kepengurusan dan keanggotaan untuk Pemilu 2014 dengan Pemilu 2019, tidak sama.

Kini, mereka mengajukan gugatan ke MK. Mereka minta partai politik lama diperlakukan sama dengan partai politik baru: memenuhi syarat kepengurusan dan keanggotaan.

KPU pun tak sepenuhnya menjalankan Pasal 173 Ayat (3) UU No 7/2017. Ini terlihat dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu Anggota DPR dan DPRD (PKPU No 11/2017).

Menurut PKPU itu, partai politik lama tetap harus menyertakan syarat kepengurusan dan keanggotaan ketika mendaftar ke KPU. Hanya saja, KPU tidak akan memverifikasi berkas kepengurusan dan keanggotaan, kecuali di provinsi dan kabupaten/kota baru. Maksudnya provinsi dan kabupaten/kota yang pada Pemilu 2014 belum ada, seperti Kalimantan Utara.

Kalimantan Utara waktu itu belum ada, maka tidak ada kepengurusan yang harus diverifikasi. Kini Kalimantan Utara eksis, lalu partai politik harus memenuhi ketentuan kepengurusan di 100 persen provinsi, maka pemenuhan syarat itu harus diverifikasi.

Jika gugatan partai politik baru dikabulkan MK, maka pengurus partai politik lama di semua tingkatan akan sibuk melayani verifikasi administrasi maupun faktual yang dilakukan oleh KPU. Beban pekerjaan KPU dan jajarannya pun bertambah hampir dua kali liat.

Dengan dalih kemampuan partai politik dalam memenuhi persyaratan kepengurusan dan keanggotaan antara tahun ini dan lima tahun lalu berbeda, bisa saja MK mengabulkan permintaan partai politik baru itu.

Ingat saja, pada Pemilu 2014, MK mengabulkan gugatan beberapa partai politik terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD (UU No 8/2012), yang menyebabkan partai politik lama harus memenuhi syarat peserta pemilu sama dengan partai politik baru.

Pasal 8 Ayat (1) UU No 8/2012 menyatakan bahwa partai politik (lama) yang memenuhi ambang batas perolehan suara nasional 3,5 persen (yang berarti partai politik yang memiliki kursi di DPR) langsung ditetapkan sebagai peserta pemilu.

Adapun partai politik yang tidak memiliki kursi di DPR, menurut Pasal 8 Ayat (2) UU No 8/2012, wajib memenuhi syarat: memiliki kepengurusan di 100 persen provinsi, 75 persen kabupaten/kota, dan 50 persen kecamatan; serta memiliki anggota minimal 1.000 atau 1/1.000 dari jumlah penduduk kabupaten/kota.

Baca juga: Melepas dan Menahan Partai Politik Peserta Pemilu

MK menilai, ketentuan Pasal 8 Ayat (1) UU No 8/2012 itu tidak adil, mengingat untuk menjadi partai politik peserta pemilu pada Pemilu 2009, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD (UU No 10/2008) membuat syarat lebih ringan, yakni memiliki kepengurusan di 2/3 provinsi dan 2/3 kabupaten/kota; serta memiliki anggota minimal 1.000 atau 1/1.000 dari jumlah penduduk kabupaten/kota.

Jadi, jika asas keadilan yang jadi patokan, maka sangat mungkin gugatan partai politik baru kali ini, akan dikabulkan kembali. Apabila itu terjadi, maka partai politik lama mau tidak mau harus memenuhi syarat sebagaimana partai politik baru.

Hal ini sesungguhnya lucu dan unik. Lucu, karena partai politik yang memiliki kursi di DPR (yang berarti memiliki kemampuan meraih suara dalam pemilu), tetap saja dianggap belum layak ikut pemilu. Unik, karena hanya terjadi di Indonesia, di negara lain tidak ada.

Hal itu terjadi akibat obsesi pembuat undang-undang (yang tidak lain adalah partai politik lama yang menguasai legislatif dan eksekutif), yang berkeras membatasi hadirnya pesaing baru dalam pemilu.

Mereka membuat syarat sangat berat dalam kepengurusan dan keanggotaan. Padahal memiliki kepengurusan dan keanggotaan tidak identik dengan kemampuan meraih suara dalam pemilu.

Simak dan nantikan Kolom Pemilu oleh Didik Supriyanto di Kompas.com. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com