JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Sekjen Partai Hanura Tri Dianto menilai, pidato Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang menyebut istilah "pribumi" tak perlu ditanggapi berlebihan, apalagi hingga dilaporkan ke kepolisian.
"Memang istilah itu diucapkan kurang tepat waktu. Bisa banyak penafsiran. Tapi menurut saya tidak perlu dibesar-besarkan, apalagi dilaporkan polisi," kata Tri Dianto dalam pesan singkatnya kepada Kompas.com, Selasa (17/10/2017).
Tri Dianto menghimbau semua pihak untuk tidak terus memunculkan kontroversi terkait pernyataan Anies tersebut.
(baca: Anies Baswedan Diminta Tak Bermain Politik Identitas)
Sebab, kontroversi yang muncul bisa membuat suasana kembali panas di tingkatan rakyat.
"Kan yang dibutuhkan sekarang ini bagaimana semua pihak berusaha bikin tenang dan damai, biar Jakarta bisa berbenah menjadi lebih baik," kata dia.
Tri Dianto menghimbau Anies Baswedan bersama wakilnya Sandiaga Uno harus membuat masyarakat Jakarta makin nyaman dan rukun.
Upaya ini harus dilakukan dengan kerja nyata untuk mewujudkan janji yang sudah disampaikan Anies-Sandi selama kampanye.
"Banyak kerja, tidak banyak bicara lebih pas. Biar Jakarta bisa nyaman buat semua warganya, tanpa membedakan latar belakangnya," ucap dia.
(baca: Sehari Jadi Gubernur DKI, Anies Baswedan Dilaporkan ke Polisi karena Kata Pribumi)
Anies dilaporkan oleh dua pihak ke Bareskrim Polri, yakni Organisasi Banteng Muda Indonsia (BMI) dan Inisiator Gerakan Pancasila Jack Boyd Lapian.
Dalam pidato tersebut, Anies menyinggung kata " pribumi" yang dianggap melanggar undang-undang.
"Terkait dengan bahasa Beliau bicara mengenai pribumi yang dulu kalah sekarang pribumi harus menang. Ini pribumi yang mana? Pribumi Arab, Cina atau pribumi yang betul asli Indonesia," ujar Boyd kepada Kompas.com, Rabu (18/10/2017).
(baca: Soal Pribumi, Politik Identitas, dan Nurani Para Politisi)
Boyd menilai, pernyataan Anies telah memecah belah Pancasila. Laporan Anies dan BMI kemudian dijadikan satu laporan polisi.
Laporan tersebut diterima dengan laporan polisi nomor LP/1072/X/2017/Bareskrim.
Anies dilaporkan dengan dugaan tindak lidana diskriminatif ras dan etnis sebagaimana diatur dalam Pasal 4 huruf B ke-1 dan 2 dan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras Dan Etnis.
Anies sebelumnya mengatakan bahwa pidato politiknya itu terkait masa penjajahan Belanda di Indonesia, termasuk Jakarta. Dia tidak merujuk penggunaan kata tersebut di era sekarang.
(baca: Penjelasan Anies Baswesan Terkait Istilah Pribumi dalam Pidatonya)
"Oh, istilah itu (pribumi) digunakan untuk konteks pada era penjajahan karena saya menulisnya juga pada era penjajahan dulu," ujar Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Selasa (17/10/2017).
Anies mengatakan, Jakarta adalah kota yang paling merasakan penjajahan Belanda di Indonesia. Sebab, penjajahan itu terjadi di Ibu Kota.
"Yang lihat Belanda jarak dekat siapa? Jakarta. Coba kita di pelosok-pelosok itu, tahu ada Belanda, tapi lihat depan mata? Enggak. Yang lihat depan mata itu kita yang di kota Jakarta," kata Anies.
Ketika ditanya mengenai adanya Undang-undang dan Instruksi Presiden yang melarang penggunaan kata " Pribumi", Anies menjawab "sudah ya..."
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.